Rabu, 14 Oktober 2015

IJTIHAD

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melaluidalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahiditu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harusberterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu,tenaga, danpikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islambaik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam keduanya terdapat hukum-hukum yang relevandalam kehidupan kita bermasyarakat, beragama dan menjalani kehidupan kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap muslim berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah. Tapi ada hal yang tidak dapat ditolak, yakni adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai sumber hukum yang mutlak. Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda. Seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara eksplisit, timbul istilah ijtihad.


A. Waktu Umat Islam Berijtihad


Seorang yang melakukan ijtihad tergantung pada niatnya sendiri karena pengertian ijtihad sendiri luas. Contoh : seseorang belajar bersungguh-sungguh, proses belajar bersungguh-sungguh itu termasuk ijtihad dengan di sertai oleh niat seseorang yang melakukan itu. 


Ijtihad sendiri telah dilakukan sejak masa Nabi. Beberapa kali, Nabi melaku­kan ijtihad. Namun, Nabi selalu mendapat bimbingan Allah. Bila hasil ijtihadnya salah, Allah segera meluruskannya. Bila hasil ijtihadnya benar, Allah menegaskannya kembali. Setelah Nabi wafat, ijtihad terus dikem­bangkan oleh para sahabat dan kemudian tabi’in. Demikian seterusnya, ijtihad terus-menerus dikembangkan. Jika pada masa lalu ijtihad telah dilakukan, kebutuhan kita sekarang untuk berijtihad tentu saja semakin besar.

B. Pengertian Ijtihad

Ijtihad adalah bahasa arab berbentuk “mashdar” yang berasal dari kata dasar “ijtihada”, artinya bersungguh-sungguh, berusaha keras atau mengerjakan sesuatu dengan susah payah.

Sedangkan menurut istilah, para ahli fiqih berbeda pendapat dalm memberikan definisi, diantaranya yaitu: Menurut al-Syaukani Ijtihad adalah mencurahkan sekedar kemampuan untuk mendapatkan hukum syar’iy yang bersifat operasional (pengamalan) dengan cara mengambil kesimpulan hukum (istinbath). Imam al-Amidi beranggapan bahwa, Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan yang ada untuk mencari hukum syara’ yang sifatnya dhanni sampai dirinya merasa tidak mampu lagi untuk mencari tambahan kemampuannya.
Menurut para ahli, Ijtihad adalah pencurahan seorang faqih akan semua kemampuan yang telah ada untuk mencari hukum syara’ yang sifatnya dhanni sampai dirinya tidak mampu lagi untuk mencari kemampuannya. Ahli tahqiq mengemukakan bahwa ijtihad adalah qiyas untuk mengeluarkan (istinbath) hukum dari kaidah-kaidah syara’ yang umum.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Ijtihad adalah menggunakan segala kesanggupan untuk mencari suatu hukum syara’ dengan jalan dzan. Dapat diambil pengertian bahwa dalam masalah ijtihad, ditemukan adanya beberapa unsur yang harus ada didalamnya, yaitu sebagai berikut:

a. Mujtahid, yaitu orang yang melakukan ijtihad.
b. Masalah yang akan di-ijtihadi yang benar-benar membutuhkan pencarian sttus hukumnya.
c. Metode istinbath (pengambilan kesimpulan pendapat)
d. Inatijah, yaitu hasil atau kesimpulan hukum yang telah diijtihadi.

Oleh sebab itu, maka ijtihad dapat dijadikan sebagai jalan untuk mendapatkan beberapa ketentuan hukum dari dalil sebagai landasan pokoknya. Disamping itu bisa dijadikan pula sebagai suatu metode untuk memberikan kepastian hukum yang muncul akibat adanya tuntutan dan kepentingan dalam bermuamalah.

C. Ketentuan ruang lingkup ijtihad 

1. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdlah.
2. Hasilnya berketetapan ijtihad sesuai dengan sifat Kondisionl dan situsional
3. Keputusannya tidak boleh bertentagan dengan alquran atau dalil dalil lainnya
4. Dalam proses beristijhad harus mempertimbangkan berbagai aspek
5. Mencakup bidang mu’amalah
6. Keputusanya bersifat lebih relative

D. Urgensi ijtihad pada era globalisasi

Posisi ijihad berada pada urutun ke tiga setelah alquran dan hadist 

E. Bentuk dan metodologi ijtihad 

Dilihat dari pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i. Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan ijtihad jamai’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.

Metode yang umumnya digunakan dalam berijtihad yaitu :

• Ijma' : Kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah wafatnya nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Seperti mendirikan Negara bagi masyarakat Islam dan mengangkat pemimpin bagi umat, pembukuan Al Quran dan sebagainya.

Ijma terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli yaitu : para ulama mujtahidin menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti ayaitu : ketika para ulama mujtahidin berdiam diri tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.

• Qiyas :Menetapkan suatu perbutan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, didasarkan adanya persamaan diantara keduanya. Contoh hukum berKB era sekarang dengan sistem ‘azl pada zaman Nabi saw. Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), KB era sekarang dan sistem ‚azl sama-sama cara berKB maka para ulama sepakat menetapkan bolehnya berKB. Contoh lainnya zakat padi. Nash yang sudah ada hanya menyebutkan gandum, bukannya padi. Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), padi dan gandum sama-sama makanan pokok, maka para ulama sepakat menetapkan wajibnya zakat atas padi. 

• Istihsan : Merupakan perluasan dari qiyas, yang dimaksud dengan istihsan adalah : 1) Meninggalkan qiyas jalli (qiyas nyata) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-samar) atau meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum istisna’i (pengecualian).

2) Menetapkan suatu hukum yang berlainan dengan hasil qiyas karena pertimbangan kepentingan dan kemaslahatan umat untuk menghindarkan terjadinya kesulitan dan kezaliman. Contoh : Islam hanya membenarkan transaksi jual beli jika barangnya sudah nyata-nyata ada. Praktek salam, yakni jual beli dengan cara bayar duluan sementara barangnya belakangan dilarang oleh Islam. Tentu saja maksudnya agar tidak terjadi kecurangan. Tapi zaman berkembang dan sistem trnsaski bisnis bergerak lebih cepat. Seringkali produsen tidak sanggup menyediakan barang yang dibutuhkan pelanggan karena keterbatasan modal. Atas dasar kebutuhan dan kepercayaan, pelanggan akhirnya membayar duluan, sementara barang yang dipesannya baru diproduksi setelah pelanggan membayar (penuh atau sebagian) dari keseluruhan harga barang yang dipesannya. Pembayaran secara salam tersebut merupakan “kekecualian“ dari salam yang umum

Kesimpulan

Ijtihad adalah berusaha bersungguh-sungguh atau mengarahkan segala kemampuan. Ijtihad berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu akan rapuh, itulah sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-Hadits.

Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-sumbernya. Usaha ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum Islam.

Demikian makalah ijtihad dan dalam mata kuliah pendidikan agam islam, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar