Rabu, 11 November 2015

Strategi Belajar Efektif [2]

MAKNA BELAJAR
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif, edukatif, dan menyenangkan. Untuk terjadinya hal tersebut dibutuhkan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran mengandung rentetan aktivitas yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Strategi pembelajaran juga mengandung siapa melakukan apa dalam proses pembelajaran, bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran, serta dimana kegiatan pembelajaran berlangsung.

“Saat seseorang berhenti belajar, saat itulah dia berhenti bertumbuh”, Juni Anton

Secara historis, penelitian mengenai belajar dipelopori oleh para psikolog. Dipelopori oleh ahli-ahli seperti Ebbinghaus (1885), Bryan dan Harter (1897, 1899) dan Thorndike (1898). Banyak Psikolog membuat pengakuan eksplisit bahwa belajar merupakan hal sentral dalam mempelajari tingkah laku (Hilgard, 1956), didukung oleh Tollman, Guthrie dan Hull. 
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)  menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Moh. Surya (1997) :  “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku  yang yang muncul karena pengalaman”.3

Dari beberapa pengertian belajar tersebut  diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh. Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : 

1.  Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang  terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan.  Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahapeserta didik sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah  pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

2.  Perubahan yang berkesinambungan (kontiniu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahapeserta didik telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

3.   Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahapeserta didik belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri  maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi pendidik.

4.   Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahapeserta didik sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia  memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi pendidik.

5.  Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya,  mahapeserta didik ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahapeserta didik tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

6.  Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahapeserta didik belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahapeserta didik tersebut.

7.   Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah  maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahapeserta didik belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang  pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi pendidik yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang  Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

8.   Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan  keterampilannya. Misalnya, mahapeserta didik belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga  memperoleh sikap tentang pentingnya seorang pendidik menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam  menerapkan  “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
Strategi kognitif;  kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir  agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan  intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
Kebiasaan; seperti peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.


PENGERTIAN BELAJAR EFEKTIF
Sebelum mempelajari pembelajaran efekif, terlebih dahulu kita pelajari pengertian dari efektif. Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ”effective” yang dapat diartikan mempunyai efek (akibat, pengaruh, kesan) atau dapat pula diartikan membawa hasil, berhasil guna. Selain itu efektif tidak hanya diorientasikan pada hasil tetapi juga proses yang ada dalam mencapai tujuan.4

Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberi efek, yang dapat membawa hasil  sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di dalam pembelajaran itu sendiri.

Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen, berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa tenang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana dan prasarana yang memadai serta materi, metode dan media yang sesuai serta pendidik yang profesional.

Juga keberhasilan proses pembelajaran banyak tertumpu pada sikap dan cara belajar peserta didik, baik perorangan maupun kelompok, selain itu, tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran dengan tepat merupakan faktor pendorong dan pemeliharaan kegiatan belajar peserta didik yang produktif, efektif dan efisien. 5

Dalam belajar juga terdapat beberapa strategi belajar yang dapat dipraktekan oleh pendidik  maupun peserta didik, seperti :

STRATEGI PEMBELAJARAN UNTUK PESERTA DIDIK

BACAKILAT. 
Bacakilat merupakan cara belajar. Ditemukan oleh Mr. Agus Setiawan Metode Bacakilat merupakan sistem belajar, terdiri dari 3 langkah sederhana dalam belajar yaitu Tujuan Membaca, Bacakilat, dan Aktivasi Manual. Tujuan Membaca berguna untuk menentukan target yang ingin dicapai oleh peserta didik. Bacakilat adalah langkah (satu-satunya) memasukan informasi ke pikiran bawah sadar, yang mana pikiran bawah sadar berperan 88% dalam kehidupan kita. Aktivasi Manual adalah langkah membuat pikiran sadar memahami pelajaran. Ketiga langkah ini merupakan serangkaian strategi untuk memperkuat pemahaman kita dalam membaca. Strategi atau metode pembelajaran ini merupakan perpaduan dari berbagai teknik membaca dan teknik memori paling efektif di dunia. Pendekatan belajar Bacakilat sangat berbeda dengan cara belajar lainnya.

MINDMAPPING.
MindMapping adalah cara belajar dengan pendekatan optimasi otak kiri dan kanan secara bersamaan. Metode strategi pembelajaran ini pertama diciptakan oleh Tony Buzan karena terinspirasi oleh akar pohon. Prinsip kerja metode pembelajaran ini sangat sederhana yakni berdasarkan prinsip otak kiri dan otak kanan. Otak kiri merupakan bagian yang cenderung berhubungan dengan analisa, angka, logika, detail. Sedangkan otak kanan merupakan bagian yang berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, gambaran besar, konseptual. Dalam proses belajar kita cenderung menggunakan ingatan kita, setelah memahami materi pelajaran. Memori sangat erat kaitannya dengan otak kanan sehingga belajar menggunakan dominan otak kanan akan terasa seru, menyenangkan dan mudah untuk diingat. Bagaimana belajar dengan pendekatan otak kanan? Dalam mindmapping, kita akan membuat atau meringkas materi pembelajaran dengan menggunakan kata kunci (otak kanan), warna (otak kanan), dan gambar (otak kanan). Semua itu adalah cara belajar dengan pendekatan otak kanan. Mindmapping tidak hanya berguna untuk pembelajaran saja, tetapi juga untuk mencatat, meringkas, hingga perencanaan.

TEKNIK MEMORI. 
Jika kita harus berhadapan dengan urusan menghafal, otak langsung merasa malas. Untuk membuat menghafal menjadi mudah dan menyenangkan, kamu bisa menggunakan strategi pembelajaran ini. Mirip dengan mindmapping, metode pembelajaran teknik memori menggunakan pendekatan dominan otak kanan. Ada beberapa model pembelajaran teknik memori antara lain teknik lokasi, teknik plesetan, teknik jembatan keledai, dan lain sebagainya.


PENDEKATAN PEMBELAJARAN UNTUK PENDIDIK

KONTEKSTUAL
Pendekatan Kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran yang memposisikan peserta didik sebagai pelaku. Peserta didik mengalami kegiatan sendiri di lingkungannya. Pada pendekatan pembelajaran ini pendidik menuntut untuk membuat strategi pembelajaran variatif untuk mengajar peserta didik, tetapi membelajarkan atau memberdayakan peserta didik. Dalam kelas, peran Pendidik adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Pendidik lebih fokus memberi informasi, mengelola kelas menjadi sebuah tim, dan menemukan hal baru bagi kelas. Murid dapat belajar menemukan pengetahuan secara sendiri, tidak hanya dari kata pendidik semata.

KONSTRUKTIVISME
Pendekatan Konstuktivisme yaitu pendekatan pembelajaran ini memiliki dasar berpikir mirip dengan pendekatan pembelajaran kontekstual namun perbedaannya terletak pada peserta didik diberikan stimulus pengetahuan yang lebih sering.Pendekatan ini dapat membantu peserta didik menyerap pengetahuan secara aktif dari proses pembelajaran sebelumnya dan pembelajaran yang baru.

DEDUKTIF – INDUKTIF
Pendekatan Deduktif – Induktif yaitu pendekatan yang berbeda namun saling mendukung.Pendekatan deduktif ditandai dengan penjelasan konsep, definisi, dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.Pendekatan deduktif didasari oleh pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila peserta didik mendapatkan gambaran besar terlebih dahulu. Lalu diikuti dengan pendekatan induktif yang menggunakan data atau informasi detail untuk membangun konsep atau memberikan pengertian pada peserta didik. Dengan pendekatan ini, peserta didik dapat memahami pelajaran dari gambaran besar hingga spesifik.

Dengan pendekatan yang tepat, pendidik dapat menambahkan beberapa metode pembelajaran efektif untuk semakin mempermudah peserta didik dalam belajar. Berikut beberapa metode yang efektif:

METODE DISKUSI
Metode diskusi adalah model (metode) pembelajaran yang erat hubungannya dengan pemecahan masalah (problem solving).Metode ini sangat bermanfaat untuk mendorong peserta didik berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya dengan bebas, melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah bersama, dan memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan bersama. Dengan metode ini peserta didik dapat berlatih berargumen dan membuat keputusan.

METODE DEMONSTRASI
Metode ini adalah metode yang dilakukan dengan membimbing peserta didik memperagakan sesuatu misalnya barang, kejadian, aturan atau urutan dalam melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui media tertentu.Metode ini sangat bermanfaat karena menggunakan pendekatan peserta didik sebagai pusat perhatian, peserta didik lebih melihat pembelajaran secara konkrit, selain itu pembelajaran ini juga melibatkan pengalaman dan kesan bagi peserta didik.

METODE GABUNGAN
Metode pembelajaran ini merupakan perpaduan dari berbagai metode yaitu ceramah dan metode lainnya. Paling tidak ada tiga macam metode pembelajaran ini yaitu ceramah plus tanya jawab dan tugas, ceramah plus diskusi dan tugas, ceramah plus demonstrasi dan latihan.Metode ini sangat efektif karena melibat lebih dari satu cara. Peserta didik yang memiliki latar belakang berbeda-beda lebih mudah terjangkau dengan pendekatan atau metode pembelajaran secara variatif.

Namun pada hakekatnya setiap orang punya gaya belajar masing-masing. Secara umum gaya belajar seseorang dapat dibedakan menjadi 3 kategori;
 Auditory
Orang yang termasuk dalam tipe ini mengandalkan indera pendengarannya saat belajar. Di sekolah misalnya, orang tipe auditory ini akan lebih mengerti pelajaran saat guru “memberi banyak penjelasan” di depan kelas. Orang bertipe auditory umumnya akan mengeluarkan suara ketika menghafal sesuatu. Dia butuh sesuatu yang didengarkan oleh indera pendengarannya bahkan ketika dia sedang belajar sendirian.

Visual
Orang dengan gaya belajar visual akan mengandalkan penglihatannya saat belajar. teorinya seperti ini = “tunjukkan pada saya dan saya akan mengerti”. Biasanya orang tipe ini senang belajar dengan membaca (diam), memperhatikan orang mengerjakan sesuatu
(senang diberi contoh).

Kinesthetic
Tipe belajar ini menggunakan indera peraba, dengan merasakan sesuatu menggunakan indera peraba (tangan). Orang dengan tipe kinesthetic ini harus aktif mengerjakan sesuatu agar dapat mengerti, daripada sekadar duduk diam membaca atau duduk diam mendengarkan guru mengajar. Dengan tipe ini, orang butuh praktek ketika mempelajari sesuatu.6


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR EFEKTIF
Proses belajar merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan atau berangkaian yang menyangkut berbagai faktor dan situasi disekitarnya.  Keberhasilan belajar sangat tergantung terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.  Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar banyak sekali, bisa berupa alat pengajaran, guru, interaksi belajar, lingkungan atau dari diri sendiri.

Dalam buku karangan Muhibbin syah, “Psikologi Pendidikan”, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa secara global dapat dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu:
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa.
Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi pelajaran.

1.    Faktor Internal.
Faktor internal terdiri dari dua aspek yaitu aspek pisiologis dan aspek psikologis.

A.       Aspek Pisiologis
Aspek pisiologis sangat berpengaruh pada proses belajar, biasanya aspek ini dilihat dari kesehatan jasmani, baik kondisi fisik dan kondisi panca indera. Misalnya kebugaran dapat berpengaruh terhadap semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran.  Kondisi organ-organ khusus, seperti mata dan telinga, juga sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menyerap informasi pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
Burton (1952 : 633-640), juga mengungkapkan aspek pisiologis yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, antara lain;
a.         Suatu pusat susunan syaraf tidak berkembang secara sempurna karena luka atau cacat, atau sakit sehingga sering mambawa gangguan emosional.
b.        Pancaindara (mata, telinga, alat bicara dan sebagainya) yang berkembang kurang sempurna atau sakit sehingga menyulitkan proses interaksi secara efektif.
c.         Ketidak seimbangan perkembangan dan reproduksi serta berfungsinya kelenjar-kelenjar tubuh sering membawa kelainan-kelainan prilaku (kurang terkoordinasikan dan sebagainya).
d.        Cacat tubuh atau pertumbuhan yang kurang sempurna, organ dan anggota-anggota badan (tangan, kaki, dan sebagainya) sering pula membawa ketidak stabilan mental dan emosional.
e.         Penyakit menahun, seperti asma, dapat menghambat
usaha-usaha belajar secara optimal.

B.       Aspek psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran anak.  Namun diantara faktor-faktor psikologis anak yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut;
1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi;
2) Sikap;
3) Bakat;
4) Minat;
5) Motivasi.

Begitu pula menurut Burton yang dikategorikan terhadap beberapa kelemahan, yaitu:
a.Kelemahan-kelemahan secara mental yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan, antara lain kelemahan mental, kurang minat, kebimbangan dan sebagainya.
b.Kelemahan-kelemahan emosional, seperti perasaan tidak aman, penyesuaian yang salah, tertekan rasa phobia dan ketidak matangan.
c.Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, antara lain : sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran, nervous, kurang kooperatif dan menghindari tanggung jawab, dan sebagainya.
d.Tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar yang tidak diperlukan, seperti : ketidak mampuan membaca, berhitung atau memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah.

2.    Faktor Eksternal.
Faktor eksternal anak merupakan faktor kedua yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, faktor eksternal anak terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.

A.       Lingkungan sosial
Lingkungan sosial terdiri dari berbagai lingkungan seperti lingkungan sekolah (para guru, staf administrasi, dan teman-teman sekelas).  Lingkungan sekolah ini sangat berpengaruh terhadap semangat dan motivasi belajar anak.  Lingkungan sosial kedua yaitu masyarakat dan juga teman- teman sepermainan di lingkingan anak tersebut.  Lingkungan sosial yang lebih besar pengaruhnya terhadap belajar anak ialah orang tua dan keluarga, dimana lingkungan keluarga ini mencakup sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga, semuanya itu dapat memberikan dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai anak.

B.       Lingkungan nonsosial
Faktor eksternal lain yaitu lingkungan nonsosial.  Lingkungan nonsosial ini meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak, dimana faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.

Mengenai waktu yang digunakan untuk belajar, tidaklah begitu berpengaruh terhadap prestasi belajar anak, karena berdasarkan hasil penelitian, mereka yang selalu belajar pagi hari dan dites pada sore hari, ternyata hasilnya tetap baik.  Sebaliknya, ada pula diantara mereka yang lebih suka belajar pada sore hari dan dites pada saat yang sama, namun hasilnya tidak memuaskan (syah,1990).  Hal tersebut membuktikan bahwa waktu tidaklah berpengaruh dalam belajar artinya tidak bergantung secara mutlak, tetapi bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan anak (Dumn et al, 1986).  Berdasarkan hal diatas kesiapan sistem memori anak dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut merupakan hal terpenting yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
(Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan. Hal : 139).

3.    Faktor pendekatan belajar.
Ragam pendekatan dalam belajar sangat beragam dari yang paling klasik sampai yang paling modern, tetapi diantara ragam pendekatan belajar yang lebih representatif (mewakili) yang klasik dan modern yaitu :
1)  Pendekatan hukum Jost, yaitu keefektifan belajar antara 5 X 3 lebih baik dari pada 3 X 5.
2)  Pendekatan Ballard dan Clanchy dimana pendekatan belajar  pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan.
3)  Pendekatan Biggi, pendekatan belajar  dapat dikelompokkan kedalam tiga prototipe (bentuk dasar), yaitu pendekatan surface (bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).

Faktor pendekatan belajar juga sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar.  Sesorang anak yang tebiasa mengaplikasikan pendekatan belajar reproduktif misalnya, mungkin tidak akan mencapai prestasi yang lebih baik jika menggunakan pendekatan achieving atau analitis.

Menurut Klausmeir, faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar sebagai berikut, yaitu: 1).  Tujuan; 2).  Materi pengajaran; 3). Cara penyampaian; 4). Karakteristik anak; 5). Karakteristik guru; 6). Interaksi dalam kelas; 7). Organisasi pengajaran; 8). Karakteristik fisik, dan 9). Hubungan sekolah dengan masyarakat.
(Uman Suherman. Memahami karakteristik individu. Hal: 50).

Selain ke tiga faktor itu ternyata pengetahuan akan gaya belajar diri ikut menentukan keberhasilan belajar efektif anak. Pasalnya pengetahuan akan gaya belajar ini bisa memudahkan anak untuk mencari dan menggunakan metode yang sesuai dengan gaya belajarnya, sehingga tingkat keberhasilan pun akan semakin besar.

Kamis, 05 November 2015

Stres, Musik Dan Hubungannya Dengan Belajar

Dalam dunia pembelajaran, metode cara belajar diharapkan dapat semakin berkembang seiring berkembangnya pendidikan. Hingga sering kali para dosen dan mahasiswa/i masih sulit menerapkan cara belajar yang optimal dan efektif. Mahasiswa/i sulit melaksanakan cara belajar yang optimal dan efektif karena belum secara rinci mengetahui hubungan belajar dengan tingkat gangguan atau kekacauan mental (stres) dan musik. Dan ditambah pula sistem pendidikan yang masih belum setara dengan sistem pendidikan di daerah perkotaan. Dan masih banyak hal serta pertimbangan dalam mengeksplorasi cara belajar yang optimal dan efektif.

A. Definisi Stres dan Musik

1. Stres

a. Pengertian Stres 
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino 2006).

Agolla dan Ongori (2009) juga mendifinisikan stres sebagai persepsi dari kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya.

Menurut Santrock (2003) stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).

Baron dan Byrne (1997) menyatakan bahwa stres merupakan respon terhadap persepsi kejadian fisik atau psikologis dari individu sebagai sesuatu yang potensial menimbulkan bahaya atau tekanan emosional.

Selye (dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa stres adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang dating atasnya. Jadi stres bersifat subyektif tergantung bagaimana orang tersebut memandang kondisi penyebab stress (stressor).

Menurut Morgan dan King, “…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321).

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991).

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).

Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dimana terdapat kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya yang dinilai potensial membahayakan, mengancam, mengganggu dan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping. Jadi, stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

b. Jenis-jenis stres
Stres selalu menjadi keluhan bagi kebanyakan orang. Untuk terhindar dari masalah yang satu ini sebelumnya kenalilah jenis-jenis stres. Dari penelitian yang dikutip timesofindia.com, terdapat tiga jenis stres yang kerap menyerang.

Stres kimia: merupakan jenis stres yang ditimbulkan oleh beberapa reaksi dari konsumsi alkohol, rokok, makanan dan minuman berpengawet yang dikonsumsi secara rutin.

Tips : tentunya Anda harus menghindari alkohol dan rokok. Selain itu Anda juga berkewajiban untuk mengkonsumsi jenis makanan sehat. Mengkonsumsi jenis makanan rumahan bisa menjadi pilihan.

Stres fisik: stres jenis ini terjadi karena berbagai keadaan. Seperti kecelakaan, posisi yang tidak tepat saat tidur, atau terlalu lama beraktivitas di depan komputer.

Tips : istirahatkan tubuh Anda setiap setengah jam sekali saat Anda bekerja di depan komputer. Menghirup udara segar di taman kantor atau melakukan peregangan kecil bisa menjadi alternatif. Dengan begitu otot Anda akan kembali menjadi rileks.

Stres emosional: stres ini tidak bisa disembuhkan dengan obat medis. Karena stres ini berhubungan dengan rasa marah atau frustasi yang seringkali menimbulkan stres.

Tips : Anda bisa mencoba bentuk meditasi seperti yoga. Selain membuat pikiran Anda nyaman, yoga juga menghadiahkan banyak manfaat kesehatan lainnya.

Berdasarkan Kesibukan sehari-hari, ditambah dengan masalah yang datang dan pergi, seringkali membuat kita stress. Stres sering kali diidentikkan dengan emosi negatif yang berakibat buruk bagi kesehatan. Namun, stres ternyata tidak selamanya buruk. Ada pula stres yang memiliki manfaat baik. Berikut ini adalah beberapa jenis stres yang perlu Anda kenali.

· Stres baik
Stres tidak hanya dipicu sepenuhnya oleh pengalaman negatif. Bahkan, pengalaman positif juga dapat membawa stres, seperti upacara kelulusan atau pernikahan. Namun, tipe stres seperti ini dalam dosis kecil sebenarnya baik untuk sistem imun kita. Selain itu, tipe stres ini juga dapat membuat banyak orang lebih mudah untuk menciptakan tujuan dan menikmati proses mencapainya dengan penuh energi.

· Distres internal
Ini adalah tipe stres yang buruk. Distres merupakan tipe stres negatif hasil dari pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi yang tidak terduga dan tidak nyaman. Pada dasarnya, tubuh kita menginginkan rasa aman sehingga apabila rasa tersebut terusik, tubuh pun mengalami distres.

· Distres akut
Distres akut terjadi ketika seseorang mengalami distres yang dipicu oleh peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres kronik terjadi ketika seseorang harus menahan stres dalam waktu yang lama. Kedua tipe stres ini akan memicu timbulnya hiperstres.

· Hipostres
Ternyata hari-hari tanpa kekhawatiran dan tantangan juga dapat memicu tipe stres lainnya, yaitu hipostres. Hipostres merupakan “ketidakadaan” stres, tetapi bisa juga diartikan kebosanan yang ekstrem. Seseorang yang mengalami hipostres mungkin merasa tidak tertantang, tidak memiliki motivasi untuk melakukan apa pun. Hipostres dapat memicu perasaan depresi dan kesia-siaan.

· Eustres
Eustres merupakan stres yang sangat berguna lantaran dapat membuat tubuh menjadi lebih waspada. Eustres membuat tubuh dan pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk masalah.

Selye (dalam Munandar, 2001) membedakan stres menjadi 2 (dua), yaitu:
· Distress, merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh: pertengkaran, kematian pasangan hidup, dan lain-lain.
· Eustress, Merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang menyenangkan. Sebagai contoh: perubahan peran setelah menikah, kelahiran anak pertama, dan lain-lain.

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
· Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
· Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Salah satu jenis stres yang sering ditemukan dikalangan remaja ialah stresor skademik. Stresor akademik diidentifikasi dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber belajar (Agolla dan Ongori, 2009).

Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya disebut dengan stres akademik. Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa.

Stres akademik adalah stres yang muncul karena adanya tekanan-tekanan untuk menunjukkan prestasi dan keunggulan dalam kondisi persaingan akademik yang semakin meningkat sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan (Alvin, 2007). Menurut Gusniarti (2002), stres akademik yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang subjektif terhadap adanya ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.

Selanjutnya, Olejnik dan Holschuh (2007) menyatakan sumber stres akademik atau stresor akademik yang umum antara lain:

a) Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum
Beberapa siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu ketika mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka berkeringat, dan jantung berdegup kencang. Mereka merasa sakit kepala atau merasa dingin ketika dalam situasi ujian. Biasanya siswa siswi ini tidak bisa melakukan yang terbaik karena mereka terlalu cemas ketika merefleksikan apa yang telah di pelajari.

b) Prokrastinasi
Beberapa guru menganggap bahwa siswa yang melakukan prokrastinasi menunjukkan ketidakpedulian terhadap tugas mereka, tetapi ternyata banyak siswa yang peduli dan tidak dapat melakukan itu secara bersamaan. Siswa tersebut merasa sangat stres terhadap tugas mereka.

c) Standar akademik yang tinggi
Stres akademik terjadi karena siswa ingin menjadi yang terbaik di sekolah mereka dan guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja membuat siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stresor akademik yang umum antara lain: ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum, prokrastinasi, standar akademik yang tinggi.

c. Musik
Pengertian Musik Menurut Ahli : 
Pengertian musik menurut Banoe (2003 : 288), musik yang berasal dari kata muse yaitu salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu; dewa seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa musik merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia. 
Pengertian musik menurut Jamalus (1988 : 1), musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. 
Pengertian musik menurut Sylado (1983 : 12)mengatakan, bahwa musik adalah waktu yang memang untuk didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya. 
Kesimpulan Pengertian Musik Menurut Ahli

Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pengertian musik adalah segala sesuatu yang ada hubungan dengan bunyi dan memiliki unsur-unsur irama, melodi dan harmoni yang mewujudkan sesuatu yang indah dan dapat dinikmati melalui indra pendengar.

Dari pengertian musik menurut para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa musik merupakan seni yang timbul dari perasaan atau pikiran manusia sebagai pengungkapan ekspresi diri, yang diolah dalam suatu nada-nada atau suara-suara yang harmonis. Jika musik diartikan sebagai ungkapan sederhana dari suasana hati jiwa atau respon harafiah terhadap peristiwa dari diri pribadi komponis, diperlukan informasi ataupun referensi yang cukup agar kita dapat menarik hubungan langsung antara kehidupan dengan karyanya.

B. Hubungan antara stres dan belajar

a. Hubungan antara stres dan memori
Hormon stres membawa pesan yang memberitahu sel-sel lain dalam tubuh kita apa yang harus dilakukan. Penerima pertama dari pesan ini reseptor hormon stres. Selain itu, ada reseptor hormon stres cukup banyak di mana-mana di tubuh kita, termasuk otak.

Menariknya, daerah otak yang sangat yang bertanggung jawab untuk belajar dan memori fungsi kita memiliki jumlah terbesar dari reseptor hormon stres. Kita harus selalu mengingat apa sistem respon stres kita awalnya dirancang untuk: membantu untuk memastikan kelangsungan hidup kita.

Sistem respon stres ini dilakukan dalam beberapa cara (yaitu memastikan kami memiliki cukup energi untuk melawan atau melarikan diri dalam menghadapi situasi yang mengancam), tetapi juga membantu untuk mengingat rincian yang relevan tentang situasi ini sehingga kita dapat menghindari mereka di masa depan atau lebih siap untuk menangani mereka untuk kedua kalinya.

Misalnya, jika kita telah mengambil rute yang berbeda kembali dari perburuan mammoth dan berakhir di saber wilayah harimau gigi (dan berhasil melarikan diri), kita perlu mengingat lokasi wilayah ini dan metode yang kita digunakan untuk pergi. Kami berhasil melakukan hal ini melalui aksi hormon stres di daerah otak yang penting untuk belajar dan memori. Indah mengatakan!

Pada manusia, tiga hal yang paling penting dalam belajar dan memori adalah daerah hippocampus, amigdala, dan korteks prefrontal. Masing-masing daerah otak ini sangat khusus untuk jenis tertentu dari pengolahan memori.

Hippocampus misalnya terlibat dalam memori spasial (yaitu di mana serangan harimau saber gigi berlangsung), amigdala terlibat dalam memori emosional (yaitu rasa takut kita merasa pada saat serangan yang mengakibatkan pelepasan hormon stres), dan korteks prefrontal membantu kita untuk mengevaluasi situasi untuk membuat keputusan tentang bagaimana bertindak (yaitu memperhatikan hanya rincian yang relevan -tiger- dan memutuskan mana untuk melemparkan tombak kami). Daerah otak ini semua saling berhubungan dan berbicara satu sama lain melalui beberapa sistem relay.

b. Hubungan Tingkat Stres dengan Prestasi belajar
Stres terjadi ketika ada persepsi bahwa tantangan yang diberikan lebih besar dari kemampuan kita. Stres bisa baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menghadapinya. Stres yang baik menyebabkan penyempitan perhatian, stres yang buruk menyebabkan fokus pada hasil negatif. Stres yang buruk dapat mengganggu pembuatan sirkuit otak belajar lebih sulit. Perubahan fisiologis yang dihasilkan dari stres termasuk peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuh. Stres berat dapat menyebabkan sakit kepala, air mata dan bisul. Stres tentu dapat mengganggu pembelajaran. Kebanyakan siswa dihadapkan dengan stres dalam kehidupan siswa mereka.

Dalam keadaan stabil dan normal perasaan sangat menolong individu melakukan perbuatan belajar tetapi perasaan dengan intensitas sedemikian tinggi sehingga pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, marah, stres, putus asa atau sangat gembira, ini semua akan menghambat proses belajar dan prestasi yang dicapai. Menurut Markam (2007), gejala-gejala perilaku yang utama dari stres salah satunya adalah menurunnya prestasi dan produktivitas, menunda, menghindari pekerjaan dan absen dari perkuliahan. Menurut asumsi peneliti keadaan psikologis seseorang berpengaruh pada tingkah laku, hubungan antar individu dan pencapaian yang dicapai seseorang seperi pencapaian prestasi belajar pada mahasiswa. Hal ini disebabkan karena terganggunya kesehatan fisik akibat stres yang dialami seorang mahasiswa sehingga menyebabkan ia mudah lelah, gangguan pernafasan, sakit kepala, sulit berkonsentrasi sehingga mengganggu mahasiswa tersebut pada saat proses belajar atau ujian sehingga menyebabkan prestasi belajar mahasiswa tersebut tidak maksimal. Mahasiswa dengan perolehan prestasi belajar yang baik maka stres yang dialami juga pada tingkat yang lebih rendah. Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti dari kusesioner yang diisi oleh responden, mahasiwa yang mengalami stres yang lebih tinggi dari pada yang tingkat sresnya rendah lebih cenderung marah karena hal-hal sepele, tidak dapat merasa perasaan positif, sulit untuk bersantai, mudah kesal, kehilangan minat akan segala hal, merasa gelisah dan sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu. Perasaan, emosi dan suasana hati ini lah yang menyebabkan mahasiswa menjadi sulit berkonsentrasi dan menjadi hal yang mengganggu sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak maksimal. Penyebab mahasiswa mengalami stres sangat beragam, diantaranya karena tugas-tugas perkuliahan, kuis, ujian, tidak lulus mata kuliah, sidang dan sebagainya. Bukan berarti mahasiswa tidak boleh diberikan tugas atau ujian tetapi bgaimana cara mahasiswa mengelola stres sehingga tidak terjadi penurunan prestasi belajar atau bahkan prestasi belajar yang dicapai rendah.

C. Hubungan antara Musik dan Belajar

Menurut penelitian terbaru tentang mendengarkan musik

a. Musik mengurangi stres dan kecemasan
Penelitian telah menunjukkan bahwa mendengarkan musik – setidaknya musik dengan tempo lambat dandengan nada rendah, tanpa lirik atau instrumentasi keras -bisa menenangkan orang, bahkan selama masa yang sangat stres atau sakit.

Musik dapat mencegah peningkatan kecemasan yang disebabkan denyut jantung dan tekanan darah sistolik, dan menurunkan kadar kortisol – yaitu semua tanda-tanda biologis dari stres. Dalam satu studi , peneliti menemukan bahwa pasien yang menerima operasi penyembuhan hernia yang mendengarkan musik setelah operasi mengalami penurunan kadar kortisol plasma dan secara signifikan mengurangi penggunaan morfin untuk mengatasi rasa sakit mereka. Dalam penelitian lain yang melibatkan pasien bedah, musik mengurangi efek stres yang lebih kuat daripada efek obat anxiolytic oral.

Pertunjukan musik, jika dibandingkan mendengarkan musik, mungkin juga memiliki efek yang juga sama-sama menenangkan. Dalam penelitian pada penyanyi paduan suara dewasa yang menyanyikan musik yang sama cenderung selaras sampai tingkat pernapasan dan jantung mereka, menghasilkan efek menenangkan. Sebuah studi baru-baru ini melibatkan 272 bayi prematur dengan paparan berbagai jenis musik – baik lagu pengantar tidur yang dinyanyikan oleh orang tua, atau instrumen yang dimainkan oleh seorang terapis musik – tiga kali seminggu selama pemulihan di sebuah ICU neonatal. Meskipun semua bentuk musik memiliki efek meningkatkan fungsi tubuh bayi, namun nyanyian dari orang tua memiliki dampak yang paling besar sekaligus mengurangi stres orang tuanya yang menyanyikan. Baca juga : Kenapa memperdengarkan musik pada bayi/janin bisa berpengaruh baik?

Meskipun terkadang sulit dalam studi seperti ini untuk memisahkan antara efek musik terhadap faktor-faktor lain, seperti dampak yang positif dari kontak sosial yang sederhana, namun setidaknya satu studi baru-baru ini menemukan bahwa musik memiliki kontribusi yang unik untuk mengurangi kecemasan dan stres anak-anak dirumah sakit, di luar kontribusi sosial.

b. Hubungan Musik dan Psikologi 
Stres merupakan salah satu sumber penyakit utama pada zaman modern ini. Stres bisa menyerang siapa saja, terutama orang yang kerjanya terburu-buru, dikejar target, tertekan, atau sedang banyak masalah. Jika dibiarkan stress akan mengganggu secara fisik maupun psikologis. ada banyak cara untuk mengatasinya salah satu yang simple dan mudah dilakukan adalah dengan mendengarkan musik.

Musik memberikan efek ajaib yang bisa menumbulkan melankolis, membebaskan dari tekanan batin, rasa kesepian, panik, meredam amarah dan masih banyak lagi gangguan mental lainnya yang bisa diredam hanya dengan memainkan/mendengarkan musik. Musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana hati yang positif dan sebaliknya. pengaruh itu pun telah dibuktikan secara ilmiah disepanjang fase kehidupan manusia, mulai dari embiro sampai usia tua. musik juga bisa berpengaruh pada makhluk hidup lainnya, seperti tumbuhan dan hewan.

Sejarah penggunaan musik sebagai media penenang psikologi manusia telah dirintis sejak masa filosof Yunani kuno, Plato dan Aristoteles. Selama berabad-abad yang lalu, bangsa Iran memanfaatkan terapi musik sebagai metode penyembuhan dan menjadikannya sebagai faktor yang bisa menjaga kesehatan jiwa biasanya para terapis membagi musik menjadi 5 yaitu bertema trance, melow, semangat, ceria, dan relaksasi.

trance : adalah jenis musik yang mengandung ungkapan rasa ceria yang luar biasa. sehingga cocok untuk orang yang mengalami tekanan mental atau stress.

melow atau melankolis : adalah jenis musik yang menyayat perasaan. Musik bertema melankolis dalam kondisi normal bisa mengurangi rasa sakit dan nyeri.

Sementara jika didengar di saat sedih, bisa mempermudah bagi seseorang untuk menahan rasa duka. tapi jangan mendengarkan secara berlebihan karna bisa menimbulkan menurunnya semangat dan kebencian.

semangat : adalah jenis musik yang bisa membangkitkan reaksi kuat dan cepat yang disertai dengan tanggapan fisiologis. dan mudah dinikmati oleh kalangan muda. dan jenis musik ini tentu meningkatkan semangat.

ceria : yang ini sudah pasti musik yang bernada ceria dengan sentuhan irama yang menyenangkan.Musik seperti ini bisa meningkatkan gairah hidup dan memunculkan perasaan positif, sehingga bisa meningkatkan daya kerja. Jenis musik ini juga sangat bermanfaat untuk membangkitkan semangat dan keceriaan di kalangan anak-anak ataupun remaja.

relaksasi : adalah musik bernada lembut dan dapat menenangkan emosi yang mendengar. jenis musik ini dimanfaatkan untuk meningkatkan konsentrasi kerja dan menyeimbangkan emosi.

c. Musik dapat membantu memori
Anak remaja umumnya mendengarkan musik sambil belajar, dan mereka kebanyakan mengklaim bahwa hal itu membantu mengingat dengan lebih baik. Sekarang penelitian sudah membuktikan bahwa pendapat itu memang benar – dan memberikan wawasan yang bisa membantu orang yang menderita demensia.

Menikmati Musik memunculkan pelepasan dopamin, dan pelepasan dopamin ini telah terikat motivasi, yang pada gilirannya terlibat dalam pembelajaran dan memori. Dalam penelitian yang diterbitkan tahun lalu , siswa dewasa yang belajar di Hungaria diminta untuk berbicara, atau berbicara dengan cara berirama, atau menyanyikan frase dalam bahasa asing. Setelah itu, ketika diminta untuk mengingat frase asing, kelompok bernyanyi secara signifikan lebih baik daripada dua kelompok lainnya.

Bukti bahwa musik membantu memori telah menyebabkan peneliti untuk mempelajari dampak musik pada populasi khusus, seperti mereka yang menderita kehilangan memori karena sakit. Dalam percobaan 2008 , pasien stroke yang akan melalui rehabilitasi secara acak ditugaskan untuk mendengarkan sehari-hari baik musik dipilih sendiri, untuk buku audio atau apa-apa (selain menerima perawatan biasa). Para pasien kemudian diuji suasana hati mereka, kualitas hidup, dan beberapa langkah kognitif pada satu minggu, tiga bulan dan 6 bulan pasca stroke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang dalam kelompok musik meningkat secara signifikan lebih pada memori verbal dan memfokuskan perhatian dibandingkan kelompok lain, dan mereka kurang tertekan dan bingung daripada kontrol pada setiap titik pengukuran.

Dalam sebuah penelitian yang lebih baru; pengasuh dan pasien dengan demensia secara acak diberikan pembinaan, 10 minggu pelatihan bernyanyi, 10 minggu mendengarkan musik atau tidak. Setelah itu, pengujian menunjukkan bahwa menyanyi dan mendengarkan musik meningkatkan suasana hati, orientasi dan memori dan, untuk tingkat yang lebih rendah, perhatian dan fungsi eksekutif, serta memberikan manfaat lainnya. Studi seperti ini telah mendorong gerakan untuk memasukkan musik ke dalam perawatan pasien demensia, sebagian dipromosikan oleh organisasi seperti Music and Memory.

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil adalah sebagai berikut:
1. Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu.
2. Menurut penelitian, ada 3 jenis stress, yaitu: stress kimia, stress fisik, dan stress emosional. Selain itu, ada juga beberapa jenis stress lain seperti stres baik, distres aku, distres internal, hipostres, dan eustres.
3. Musik merupakan sesuatu yang ada hubungan dengan bunyi dan memiliki unsur-unsur irama, melodi dan harmoni yang mewujudkan sesuatu yang indah dan dapat dinikmati melalui indra pendengar
4. Stres terjadi ketika ada persepsi bahwa tantangan yang diberikan lebih besar dari kemampuan kita. Stres bisa baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menghadapinya.
5. Ketika stress, horomon stress akan membawa pesan yang memberitahu sel-sel lain dalam tubuh kita apa yang sebaiknya kita lakukan.
6. Tiga bagian otak yang paling penting dalam belajar dan memori adalah daerah hippocampus, amigdala, dan korteks prefrontal. 
7. Musik dengan tempo lambat dan dengan nada rendah, tanpa lirik atau instrumentasi keras memberikan efek yang dapat menenangkan.
8. Musik memberikan dampak yang sangat luar biasa yang dapat menimbulkan melankolis, membebaskan dari tekanan batin, rasa kesepian, panik, meredam amarah
9. Penelitan membuktikan bahwa mendengarkan musik sambil belajar dapat membantu individu untuk mengingat pelajaran dengan lebih baik

Minggu, 01 November 2015

Teori Kognitivisme Dan Implikasinya

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Belajar adalah hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Belajar adalah proses dimana manusia berubah dalam sikap, pengetahuan, dan konsep pemikiran dari sebelum melakukan kegiatan belajar. Belajar timbul dari pengalaman dan dinamis dalam pengaplikasian dan pemodelannya. 

Pada era sekarang, belajar menjadi mudah karena perkembangan teknologi dan informasi yang pesat. Tapi dari dari perkembangan ini, belajar menjadi hal yang kurang diperhatikan dan membuat kemalasan khususnya siswa dan mahasiswa. Mental ini mempengaruhi kualitas dari apa yang dipelajari. Dari perkembangan ini juga, mobilitas-aktivitas manusia meningkat, membuat waktu belajar menjadi langka. Masalah ini juga mempengaruhi banyakny hal yang dipelajari.

Semua manusia memiliki kecendrungan model pembelajaran yang berbeda. Mungkin ada yang sama, tapi tidak seutuhnya sama. Menanggapi hal ini, banyak model pembelajaran dan teori pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu manusia belajar. Baik dikembangkan dari yang sudah ada maupun teori dan model pembelajaran yang baru. Salah satuny adalah teori pembelajaran adalah teori kognitivisme. Teori ini juga mulai dikembangkan oleh banyak ahli.

B. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa definisi dari Belajar.
2. Mengetahui bagaimana teori pembelajarn kognitivisme dan implikasinya
3. Agar bisa memperbaiki dan mengembangkan cara belajar yang baik

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana definisi ‘belajar’ ?
2. Apa itu teori kognitivisme?
3. Bagaimana implikasi teori kognitivisme itu?


BAB 2
PEMBAHASAN


A. Definisi Belajar

Belajar adalah suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari semua makluk hidup. Hergenhahn dan Olson (1993) berpendapat bahwa kemampuan one trial learning pada binatang merupakan pelengkap dari instingnya agar mereka dapat mempertahankan kehidupannya. Demikian dengan manusia yang terus belajar dan belajar guna mempertahankan hidupnya.

Namun, apa itu ‘belajar’ ternyata sangat sulit didifenisikan. Hingga saat ini para ahli telah mencoba merumusakannya, tetapi rumusan tersebut dianggap masih terdapat kekurangan.

Oleh karna itu, semakin dalam kita mencoba menyelami masalah pembelajaraan semakin banyak pula pertanyaan yang muncul untuk mendapat jawaban yang sempurna.

Berikut beberapa definisi belajar menurut para ahli:

1. Winkel : Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

2. Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252): Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

3. Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977 : Belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.

4. Moh. Surya (1981:32) : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Dari beberapa defenisi penegertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahawa belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis dalam interaksi dengan lingkuungan yang dilakukan dengan sengaja dan menghasilkan perubahan yang baru dari pada sebelum berada dalam situasi belajar (pengalaman).

B. Teori Kognitivisme

Cognitive berasal dari kata cognition yang artinya pengertian. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitive menjadi satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.

Teori kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Menurut teori ini, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

Berikut teori kognitivisme menurut para ahli:

1. Jean Piaget, disebut “Cognitive Developmental”

Teori oleh Piaget menyatakan bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.

Menurut Jean Piaget (dalam Suparno, 1997) ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu: 

1. Inteligensi
Piaget mengartikan inteligensi secara lebih luas dan tidak mendefinisikan secara lebih ketat.Menurutnya, inteligensi adalah suatu bentuk ekuilibrium ke arah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan.

2. Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.

3. Skema 
Skema adalah suatu struktur mental seseorang yang secara intelektual beradapsi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang. 

4. Asimilasi 
Asimilasi adalah proses kognitif tempat seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Atau dapat juga dikatakan bahwa asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki.

5. Akomodasi
Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal pada ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru.Akomodasi dapat juga dikatakan bahwa akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.

6. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan seseorang untuk tumbuh, berkembang, dan berubah untuk menjadi lebih mantap/seimbang. Atau dengan kata lain, ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, sedangkan disekuilibrium adalah keadaan yang tidak seimbang antara proses asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrium dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Piaget meneliti mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurutnya, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Menurut Suhaidi, Jean Piaget mengklarifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap, yakni:

1. Tahap Sensoris-Motor (terjadi pada umur 0-2 tahun)
Dalam 2 (dua) tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakkan.Mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang muncul, yaitu anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya: dengan menendang-nendang, dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

2. Tahap Pra-Operasional (terjadi pada umur 2-7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas.Dalam periode ini disamping anak mendapat kapasitas-kapasitas baru, anak juga mulai memiliki kemampuan bahasa, dimana anak mulai menggunakan kata-kata yang tepat dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek yang logis.

3. Tahap Operasi Konkret (terjadi pada umur 7-11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh panca indra tidak mesti harus selalu sama, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi, misalnya kuantitas dari benda tersebut. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mematuhi bila berbuat kesalahan.

4. Tahap Operasi Formal (terjadi pada umur 11-15 tahun)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai gagasan.Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Jadi, dengan memahami tahap-tahap perkembangan intelektual anak beserta karakteristiknya, diharapkan seorang guru atau orang tua dapat membantu anak untuk meprediksikan tentang hal apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkembangan intelektual anak.

2. Jerome Bruner, “Discovery Learning”

Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.

Bruner yakin bahwa pembelajaran bisa muncul dalam tiga bentuk, yakni enactive, iconic, simbolic. Pengetahuan enactive adalah mempelajari sesuatu dengan melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (melakukan kecakapan) namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran iconic merupkan pembelajaran yang melalui gambaran. Dalam bentuk ini, anak didik mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Pembelajaran simbolik merupakan pmbelajaran yang dilakukan mealui representasi pengalaman abstrak yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.

Faktor-faktor penting dalam belajar menurut Bruner, yaitu: 
1) Pentingnya memahami struktur mata pelajaran. 
2) Pendidikan belajar aktif. 
3) Pentingnya nilai berpikir induktif. 

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran menurut Bruner, yaitu:

1) Pentingnya struktur bidang studi 
Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep-konsep dasar, hubungan antara konsep atau contoh-contoh dari konsep yang dianggap penting.

2) Kesiapan untuk belajar 
Kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan pengalaman anak.Untuk mengetahui apakah si pebelajar telah memiliki kesiapan dalam belajar, maka perlu diberi tes mengenai materi awal berdasarkan topik yang diajarkan.

3) Intuisi 
Intuisi adalah teknik-teknik intelektual analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sah (benar) atau tidak.

4) Motivasi 
Motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar, khususnya selama masa sekolah yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa.

3. Teori Belajar Vygotsky

Sumbangan penting teori Vugotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembeajaran sosiokultural. Inti teori ini adalah menekankan interaksi antara “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.

Menurut Vygotsky, fungsi kognitiv berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Ia juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secra sendiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vugotsky yang lain adalah “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberinya kesempatan kepada aak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran, yaitu:

1) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing Zone of proximal development mereka

2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dalam usaha mengemukakan konsep-konsep pemecahan masalah.

4. Ausubel, “Belajar Bermakna”

Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar, yakni belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna ada suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemuka sendiri semuanya.

Ia juga berpendapat pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal tertentu mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa.

Belajar dikatakan menjadi bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik dsusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Menurutnya diperlukan dua persyaratan agar belajar menjadi bermakna, yakni:

Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

Diberikan dalam situasi beljar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan oengetahuan yang dimiliki sswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramha pun, asalkan inforasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

5. Robert Gagne

Menurut Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Artinya, banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit. Contohnya, keterampilan belajar “menjumlah” akan berguna bagi siswa untuk belajar “membagi”, dimana siswa tidak perlu belajar menjumlah lagi ketika belajar membagi.

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas. Kapasitas itu diperoleh orang dari: 
1) Stimulus yang berasal dari lingkungan. 
2) Proses kognitif yang dilakukan si belajar.

Kemudian Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal, bahwa belajar adalah “Perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan yang menyangkut perubahan tingkah laku”.

Gagne menemukan bahwa ada 5 ragam belajar yang terjadi pada manusia, yaitu:

1. Informasi Verbal, adalah kapabilitas yang dinyatakan dengan katagori memperoleh label atau nama-nama, fakta dan bidang pengetahuan yang sudah tersusun.

2. Keterampilan Intelek, adalah kapabilitas yang berupa keterampilan yang membuat seseorang mampu dan berguna di masyarakat.

3. Keterampilan Gerak, adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmani. Ciri umum keterampilan ini adalah mambutuhkan prasyarat untuk mengembangkan kehalusan bertindak dan mengatur waktu.Dalam pengajarannya perlu banyak pengulangan atau latihan-latihan.

4. Sikap, adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang perlu diambil.

5. Siasat Kognitif, adalah kapabilitas yang mengatur bagaimana si belajar mengelola belajarnya, seperti mengingat atau berpikir dalam raangka mengendalikan sesuatu/mengatur suatu tindakan.

Ada dua prasyarat yang mendukung terjadinya 5 (lima) ragam belajar, yaitu: 
1. Prasyarat Esensial adalah kapabilitas khusus yang merupakan bagian terpadu.
2. Prasyarat Pendukung adalah kapabilitas-kapabilitas yang memperlancar proses belajar. 

Menurut Gagne, ada 9 tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar dan kemudian disebut “Fase-fase Belajar”.

Kesembilan proses pembelajaran tersebut adalah:

1) Membangkitkan Perhatian 
Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan berbagai ransangan sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya dengan perubahan gerak badan (berjalan, mendekati siswa dan lain-lain) perubahan suara, menggunakan berbagai media pembelajaran yang dapat menarik perhatian dan menunjukkan atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam kelas atau di luar kelas. 

2) Pemberitahuan Tujuan Pembelajaran pada Siswa 
Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar, maka kepada siswa perlu dijelaskan tujuan apa yang akan dicapai selama pembelajaran dan dijelaskan pula manfaat dari materi yang akan dipelajari bagi siswa dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran. 

3) Merangsang Ingatan pada Materi Prasyarat 
Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari, misalnya dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan minta siswa untuk menjelaskan kembali secara singkat. 

4) Menyajikan Bahan Perangsang 
Adalah menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting dan bersifat kunci. Misalnya, bila akan mengajarkan tentang sikap, maka pilihlah bahan berupa model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterampilan motorik, maka demontrasikanlah contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukkan caranya.

5) Memberi Bimbingan Belajar
Tujuannya adalah membantu siswa agar lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran atau kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran.

6) Menampilkan Unjuk Kerja 
Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang diharapkan, maka mintalah siswa untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru.

7) Memberi Umpan Balik 
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, umpan balik diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa.

8) Menilai Unjuk Kerja 
Untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.

9) Meningkatkan Retensi 
Peristiwa pembelajaran terakhir yang harus dilakukan guru adalah berupaya untuk meningkatkan retensi dan alih belajar.

Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi eksternal individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan, kondisi eksternal adalah ransangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

C. Implikasi Teori Kognitivisme dalam Pendidikan

Dalam perkembangan setidaknya ada empat teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme, yakni:

1. Teori Belajar Kognitivisme menurut Piaget.

Menurut Piaget, pengalaman-pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar struktur kognitif siswa. Siswa dari usia yang sama dan dari budaya yang sama cenderung mempunyai struktur kognitif yang mirip, tetapi mungkin juga mereka mempunyai struktur kognitif yang berbeda yang memerlukan jenis materi belajar yang berbeda.

Agar pembelajaran terjadi, maka materi pelajaran perlu disusun agar setengah darinya diketahui dan separuhnya lagi tidak diketahui oleh siswa. Bagian yang diketahui akan diasimilasi oleh anak dan bagian yang baru akan mengharuskan siswa untuk membuat sedikit perubahan (modifikasi) dalam struktur kognitifnya. Perubahan dalam struktur kognitif tadi dapat dilihat sebagai akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.

Ø Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu:

1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud

2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan,

3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu –individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal.

4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan –gagasan tidak dapat.

2. Teori Gestalt dari Wertheimer

Sebagaimana halnya dengan teori koneksionisme yang menghasilkan beberapa hukum belajar behavioristik, teori Gestalt berpengaruh terhadap teori belajar kognitivisme. Hukum-hukum tersebut meliputi hukum sinergis, keterdekatan, kesamaan, ketertutupan dan kesinambungan. Pada dasarnya teori ini berprinsip bahwa hanya siswa yang mampu menangkap prinsip-prinsip yang terlibat dalam pengalaman belajarlah yang akan mengerti. Ketika apa yang dipelajari bisa dimengerti daripada dihafalkan, maka semuanya akan dapat diterapkan dengan mudah pada situasi baru dan dapat bertahan lama.

Ø Gestalt dari Wertheimer menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu:

1) Oleh karena penumpukan pengetahuan dan keterampilan tidak sama dengan keseluruhan, maka kegiatan olahraga lebih baik diamati dan dihayati secara keseluruhan (gestalt, global) daripada bagian demi bagian. Oleh karena itu dalam mengajarkan keterampilan olahraga, guru hendaknya memahami dan mengusahakan agar siswa sadar akan kegiatan secara keseluruhan dengan utuh. Praktek kegiatan permainan secara utuh atau pada bagian-bagian yang lebih berarti bukan saja memperbaiki keterampilan khusus tetapi juga membantu siswa menggabungkan bagian-bagian tersebut menjadi satuan pelajaran yang layak. Pertunjukan pendahuluan (preview) melalui demonstrasi, film, slide, penjelasan verbal dan kaji ulang (review) dapat membantu proses penggabungan. 

2) Pola atau penggabungan yang dipahami dalam suatu situasi dapat ditemukan dan digunakan dalam situasi yang lain. 

3) Pemahaman atau struktur kognitif yang lebih baik akan dapat terjadi apabila masalah yang dihadapi ini berada dalam jangkauan siswa. Mempelajani latar belakang atau medan dapat membuat praktek mental (mental practice) lebih berperan dalam mempelajari motorik yang cepat. Pemahaman masalah ini dalam keterampilan motorik dapat terlaksana apabila siswa mempunyai keterampilan dasar yang dapat menyelesaikan pola gerakan yang kompleks. 

4) Pengertian atau pemahaman tentang hubungan antar bagian merupakan hal yang penting dalam belajar agar dapat menjadi efektif. Hubungan antar kegiatan tidak terbatas hanya dalam kegiatan olahraga, tetapi juga antara berbagai kegiatan program pengajaran yang lain seperti Matematika, PPKN atau program pengajaran yang lairmya. 

3. Teori Belajar Vygotsky

Tokoh konstruktivis lain adalah Vigotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.

Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya.Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas –tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka.

Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara sendiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Ø Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran yaitu:

1) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi - strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka

2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru dalam usaha mengemukan konsep – konsep pemecahan masalah.

4. Teori Belajar Ausubel

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru.

Ø Ausubel menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran dalam prinsip-prinsip, antara lain:

1) Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logikan tertentu.
2) Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3) Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.


BAB 3
PENUTUP


A. KESIMPULAN

Belajar adalah sesuatu yang dilakukan secara terus menerus oleh setiap makhluk hidup.

Definisi belajar itu sendiri belum dapat diuraikan secara tepat karna adanya perubahan waktu dan zaman. Oleh karnanya, semakin dalam belajar didefinisikan semakin banyak pula pertanyaan yang muncul untuk mendapat jawaban yang sempurna.

Salah satu teori belajar yang berkembang adalah teori belajar kognitivisme.

Teori ini menitikberatkan pada proses belajar daripada hasil belajar, karna menurut teori ini belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.


DAFTAR PUSTAKA


1. Ally M. (2007). Theory and practice of online learning.cde.athabascau.ca/onlinebook. Athabasca University

2. Rovai A. (2002). Building sense of community at a distance. International review of research in open and distance learning. Cited Octo 13th 2015. Available from: http://www.irrodl.org/content/v3.1/rovai.pdf

3. Simmon D D. (2002). The forum report: E-learning adoption rates and barries. (Ed. A. Rossett) New York: McGraw-Hill

4. Witkin H A, Moore C A. Goodenough D R, Cox P W. (1977). Field dependent and field-independent cognitive style and their educational implications. Review of Education Research.

5. Putrayasa I B. (2012). Buku ajar landasan pembelajaran. [Internet] Cited Oct 13th 2015. Available from http://pasca.undiksha.ac.id/media/1227.pdf

6. Makka M A. (2015). Aplikasi teori kognitif. [Internet] Cited Oct 13th 2015. Available from:http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203