Minggu, 01 November 2015

Teori Kognitivisme Dan Implikasinya

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Belajar adalah hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Belajar adalah proses dimana manusia berubah dalam sikap, pengetahuan, dan konsep pemikiran dari sebelum melakukan kegiatan belajar. Belajar timbul dari pengalaman dan dinamis dalam pengaplikasian dan pemodelannya. 

Pada era sekarang, belajar menjadi mudah karena perkembangan teknologi dan informasi yang pesat. Tapi dari dari perkembangan ini, belajar menjadi hal yang kurang diperhatikan dan membuat kemalasan khususnya siswa dan mahasiswa. Mental ini mempengaruhi kualitas dari apa yang dipelajari. Dari perkembangan ini juga, mobilitas-aktivitas manusia meningkat, membuat waktu belajar menjadi langka. Masalah ini juga mempengaruhi banyakny hal yang dipelajari.

Semua manusia memiliki kecendrungan model pembelajaran yang berbeda. Mungkin ada yang sama, tapi tidak seutuhnya sama. Menanggapi hal ini, banyak model pembelajaran dan teori pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu manusia belajar. Baik dikembangkan dari yang sudah ada maupun teori dan model pembelajaran yang baru. Salah satuny adalah teori pembelajaran adalah teori kognitivisme. Teori ini juga mulai dikembangkan oleh banyak ahli.

B. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa definisi dari Belajar.
2. Mengetahui bagaimana teori pembelajarn kognitivisme dan implikasinya
3. Agar bisa memperbaiki dan mengembangkan cara belajar yang baik

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana definisi ‘belajar’ ?
2. Apa itu teori kognitivisme?
3. Bagaimana implikasi teori kognitivisme itu?


BAB 2
PEMBAHASAN


A. Definisi Belajar

Belajar adalah suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari semua makluk hidup. Hergenhahn dan Olson (1993) berpendapat bahwa kemampuan one trial learning pada binatang merupakan pelengkap dari instingnya agar mereka dapat mempertahankan kehidupannya. Demikian dengan manusia yang terus belajar dan belajar guna mempertahankan hidupnya.

Namun, apa itu ‘belajar’ ternyata sangat sulit didifenisikan. Hingga saat ini para ahli telah mencoba merumusakannya, tetapi rumusan tersebut dianggap masih terdapat kekurangan.

Oleh karna itu, semakin dalam kita mencoba menyelami masalah pembelajaraan semakin banyak pula pertanyaan yang muncul untuk mendapat jawaban yang sempurna.

Berikut beberapa definisi belajar menurut para ahli:

1. Winkel : Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

2. Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252): Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

3. Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977 : Belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.

4. Moh. Surya (1981:32) : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Dari beberapa defenisi penegertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahawa belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis dalam interaksi dengan lingkuungan yang dilakukan dengan sengaja dan menghasilkan perubahan yang baru dari pada sebelum berada dalam situasi belajar (pengalaman).

B. Teori Kognitivisme

Cognitive berasal dari kata cognition yang artinya pengertian. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitive menjadi satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.

Teori kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Menurut teori ini, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

Berikut teori kognitivisme menurut para ahli:

1. Jean Piaget, disebut “Cognitive Developmental”

Teori oleh Piaget menyatakan bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.

Menurut Jean Piaget (dalam Suparno, 1997) ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu: 

1. Inteligensi
Piaget mengartikan inteligensi secara lebih luas dan tidak mendefinisikan secara lebih ketat.Menurutnya, inteligensi adalah suatu bentuk ekuilibrium ke arah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan.

2. Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.

3. Skema 
Skema adalah suatu struktur mental seseorang yang secara intelektual beradapsi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang. 

4. Asimilasi 
Asimilasi adalah proses kognitif tempat seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Atau dapat juga dikatakan bahwa asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki.

5. Akomodasi
Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal pada ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru.Akomodasi dapat juga dikatakan bahwa akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.

6. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan seseorang untuk tumbuh, berkembang, dan berubah untuk menjadi lebih mantap/seimbang. Atau dengan kata lain, ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, sedangkan disekuilibrium adalah keadaan yang tidak seimbang antara proses asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrium dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Piaget meneliti mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurutnya, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Menurut Suhaidi, Jean Piaget mengklarifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap, yakni:

1. Tahap Sensoris-Motor (terjadi pada umur 0-2 tahun)
Dalam 2 (dua) tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakkan.Mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang muncul, yaitu anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya: dengan menendang-nendang, dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

2. Tahap Pra-Operasional (terjadi pada umur 2-7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas.Dalam periode ini disamping anak mendapat kapasitas-kapasitas baru, anak juga mulai memiliki kemampuan bahasa, dimana anak mulai menggunakan kata-kata yang tepat dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek yang logis.

3. Tahap Operasi Konkret (terjadi pada umur 7-11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh panca indra tidak mesti harus selalu sama, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi, misalnya kuantitas dari benda tersebut. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mematuhi bila berbuat kesalahan.

4. Tahap Operasi Formal (terjadi pada umur 11-15 tahun)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai gagasan.Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Jadi, dengan memahami tahap-tahap perkembangan intelektual anak beserta karakteristiknya, diharapkan seorang guru atau orang tua dapat membantu anak untuk meprediksikan tentang hal apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkembangan intelektual anak.

2. Jerome Bruner, “Discovery Learning”

Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.

Bruner yakin bahwa pembelajaran bisa muncul dalam tiga bentuk, yakni enactive, iconic, simbolic. Pengetahuan enactive adalah mempelajari sesuatu dengan melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (melakukan kecakapan) namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran iconic merupkan pembelajaran yang melalui gambaran. Dalam bentuk ini, anak didik mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Pembelajaran simbolik merupakan pmbelajaran yang dilakukan mealui representasi pengalaman abstrak yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.

Faktor-faktor penting dalam belajar menurut Bruner, yaitu: 
1) Pentingnya memahami struktur mata pelajaran. 
2) Pendidikan belajar aktif. 
3) Pentingnya nilai berpikir induktif. 

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran menurut Bruner, yaitu:

1) Pentingnya struktur bidang studi 
Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep-konsep dasar, hubungan antara konsep atau contoh-contoh dari konsep yang dianggap penting.

2) Kesiapan untuk belajar 
Kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan pengalaman anak.Untuk mengetahui apakah si pebelajar telah memiliki kesiapan dalam belajar, maka perlu diberi tes mengenai materi awal berdasarkan topik yang diajarkan.

3) Intuisi 
Intuisi adalah teknik-teknik intelektual analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sah (benar) atau tidak.

4) Motivasi 
Motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar, khususnya selama masa sekolah yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa.

3. Teori Belajar Vygotsky

Sumbangan penting teori Vugotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembeajaran sosiokultural. Inti teori ini adalah menekankan interaksi antara “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.

Menurut Vygotsky, fungsi kognitiv berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Ia juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secra sendiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vugotsky yang lain adalah “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberinya kesempatan kepada aak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran, yaitu:

1) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing Zone of proximal development mereka

2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dalam usaha mengemukakan konsep-konsep pemecahan masalah.

4. Ausubel, “Belajar Bermakna”

Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar, yakni belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna ada suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemuka sendiri semuanya.

Ia juga berpendapat pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal tertentu mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa.

Belajar dikatakan menjadi bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik dsusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Menurutnya diperlukan dua persyaratan agar belajar menjadi bermakna, yakni:

Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

Diberikan dalam situasi beljar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan oengetahuan yang dimiliki sswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramha pun, asalkan inforasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

5. Robert Gagne

Menurut Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Artinya, banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit. Contohnya, keterampilan belajar “menjumlah” akan berguna bagi siswa untuk belajar “membagi”, dimana siswa tidak perlu belajar menjumlah lagi ketika belajar membagi.

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas. Kapasitas itu diperoleh orang dari: 
1) Stimulus yang berasal dari lingkungan. 
2) Proses kognitif yang dilakukan si belajar.

Kemudian Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal, bahwa belajar adalah “Perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan yang menyangkut perubahan tingkah laku”.

Gagne menemukan bahwa ada 5 ragam belajar yang terjadi pada manusia, yaitu:

1. Informasi Verbal, adalah kapabilitas yang dinyatakan dengan katagori memperoleh label atau nama-nama, fakta dan bidang pengetahuan yang sudah tersusun.

2. Keterampilan Intelek, adalah kapabilitas yang berupa keterampilan yang membuat seseorang mampu dan berguna di masyarakat.

3. Keterampilan Gerak, adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmani. Ciri umum keterampilan ini adalah mambutuhkan prasyarat untuk mengembangkan kehalusan bertindak dan mengatur waktu.Dalam pengajarannya perlu banyak pengulangan atau latihan-latihan.

4. Sikap, adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang perlu diambil.

5. Siasat Kognitif, adalah kapabilitas yang mengatur bagaimana si belajar mengelola belajarnya, seperti mengingat atau berpikir dalam raangka mengendalikan sesuatu/mengatur suatu tindakan.

Ada dua prasyarat yang mendukung terjadinya 5 (lima) ragam belajar, yaitu: 
1. Prasyarat Esensial adalah kapabilitas khusus yang merupakan bagian terpadu.
2. Prasyarat Pendukung adalah kapabilitas-kapabilitas yang memperlancar proses belajar. 

Menurut Gagne, ada 9 tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar dan kemudian disebut “Fase-fase Belajar”.

Kesembilan proses pembelajaran tersebut adalah:

1) Membangkitkan Perhatian 
Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan berbagai ransangan sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya dengan perubahan gerak badan (berjalan, mendekati siswa dan lain-lain) perubahan suara, menggunakan berbagai media pembelajaran yang dapat menarik perhatian dan menunjukkan atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam kelas atau di luar kelas. 

2) Pemberitahuan Tujuan Pembelajaran pada Siswa 
Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar, maka kepada siswa perlu dijelaskan tujuan apa yang akan dicapai selama pembelajaran dan dijelaskan pula manfaat dari materi yang akan dipelajari bagi siswa dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran. 

3) Merangsang Ingatan pada Materi Prasyarat 
Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari, misalnya dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan minta siswa untuk menjelaskan kembali secara singkat. 

4) Menyajikan Bahan Perangsang 
Adalah menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting dan bersifat kunci. Misalnya, bila akan mengajarkan tentang sikap, maka pilihlah bahan berupa model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterampilan motorik, maka demontrasikanlah contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukkan caranya.

5) Memberi Bimbingan Belajar
Tujuannya adalah membantu siswa agar lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran atau kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran.

6) Menampilkan Unjuk Kerja 
Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang diharapkan, maka mintalah siswa untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru.

7) Memberi Umpan Balik 
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, umpan balik diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa.

8) Menilai Unjuk Kerja 
Untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.

9) Meningkatkan Retensi 
Peristiwa pembelajaran terakhir yang harus dilakukan guru adalah berupaya untuk meningkatkan retensi dan alih belajar.

Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi eksternal individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan, kondisi eksternal adalah ransangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

C. Implikasi Teori Kognitivisme dalam Pendidikan

Dalam perkembangan setidaknya ada empat teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme, yakni:

1. Teori Belajar Kognitivisme menurut Piaget.

Menurut Piaget, pengalaman-pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar struktur kognitif siswa. Siswa dari usia yang sama dan dari budaya yang sama cenderung mempunyai struktur kognitif yang mirip, tetapi mungkin juga mereka mempunyai struktur kognitif yang berbeda yang memerlukan jenis materi belajar yang berbeda.

Agar pembelajaran terjadi, maka materi pelajaran perlu disusun agar setengah darinya diketahui dan separuhnya lagi tidak diketahui oleh siswa. Bagian yang diketahui akan diasimilasi oleh anak dan bagian yang baru akan mengharuskan siswa untuk membuat sedikit perubahan (modifikasi) dalam struktur kognitifnya. Perubahan dalam struktur kognitif tadi dapat dilihat sebagai akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.

Ø Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu:

1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud

2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan,

3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu –individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal.

4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan –gagasan tidak dapat.

2. Teori Gestalt dari Wertheimer

Sebagaimana halnya dengan teori koneksionisme yang menghasilkan beberapa hukum belajar behavioristik, teori Gestalt berpengaruh terhadap teori belajar kognitivisme. Hukum-hukum tersebut meliputi hukum sinergis, keterdekatan, kesamaan, ketertutupan dan kesinambungan. Pada dasarnya teori ini berprinsip bahwa hanya siswa yang mampu menangkap prinsip-prinsip yang terlibat dalam pengalaman belajarlah yang akan mengerti. Ketika apa yang dipelajari bisa dimengerti daripada dihafalkan, maka semuanya akan dapat diterapkan dengan mudah pada situasi baru dan dapat bertahan lama.

Ø Gestalt dari Wertheimer menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu:

1) Oleh karena penumpukan pengetahuan dan keterampilan tidak sama dengan keseluruhan, maka kegiatan olahraga lebih baik diamati dan dihayati secara keseluruhan (gestalt, global) daripada bagian demi bagian. Oleh karena itu dalam mengajarkan keterampilan olahraga, guru hendaknya memahami dan mengusahakan agar siswa sadar akan kegiatan secara keseluruhan dengan utuh. Praktek kegiatan permainan secara utuh atau pada bagian-bagian yang lebih berarti bukan saja memperbaiki keterampilan khusus tetapi juga membantu siswa menggabungkan bagian-bagian tersebut menjadi satuan pelajaran yang layak. Pertunjukan pendahuluan (preview) melalui demonstrasi, film, slide, penjelasan verbal dan kaji ulang (review) dapat membantu proses penggabungan. 

2) Pola atau penggabungan yang dipahami dalam suatu situasi dapat ditemukan dan digunakan dalam situasi yang lain. 

3) Pemahaman atau struktur kognitif yang lebih baik akan dapat terjadi apabila masalah yang dihadapi ini berada dalam jangkauan siswa. Mempelajani latar belakang atau medan dapat membuat praktek mental (mental practice) lebih berperan dalam mempelajari motorik yang cepat. Pemahaman masalah ini dalam keterampilan motorik dapat terlaksana apabila siswa mempunyai keterampilan dasar yang dapat menyelesaikan pola gerakan yang kompleks. 

4) Pengertian atau pemahaman tentang hubungan antar bagian merupakan hal yang penting dalam belajar agar dapat menjadi efektif. Hubungan antar kegiatan tidak terbatas hanya dalam kegiatan olahraga, tetapi juga antara berbagai kegiatan program pengajaran yang lain seperti Matematika, PPKN atau program pengajaran yang lairmya. 

3. Teori Belajar Vygotsky

Tokoh konstruktivis lain adalah Vigotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.

Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya.Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas –tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka.

Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara sendiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Ø Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran yaitu:

1) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi - strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka

2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru dalam usaha mengemukan konsep – konsep pemecahan masalah.

4. Teori Belajar Ausubel

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru.

Ø Ausubel menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran dalam prinsip-prinsip, antara lain:

1) Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logikan tertentu.
2) Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3) Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.


BAB 3
PENUTUP


A. KESIMPULAN

Belajar adalah sesuatu yang dilakukan secara terus menerus oleh setiap makhluk hidup.

Definisi belajar itu sendiri belum dapat diuraikan secara tepat karna adanya perubahan waktu dan zaman. Oleh karnanya, semakin dalam belajar didefinisikan semakin banyak pula pertanyaan yang muncul untuk mendapat jawaban yang sempurna.

Salah satu teori belajar yang berkembang adalah teori belajar kognitivisme.

Teori ini menitikberatkan pada proses belajar daripada hasil belajar, karna menurut teori ini belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.


DAFTAR PUSTAKA


1. Ally M. (2007). Theory and practice of online learning.cde.athabascau.ca/onlinebook. Athabasca University

2. Rovai A. (2002). Building sense of community at a distance. International review of research in open and distance learning. Cited Octo 13th 2015. Available from: http://www.irrodl.org/content/v3.1/rovai.pdf

3. Simmon D D. (2002). The forum report: E-learning adoption rates and barries. (Ed. A. Rossett) New York: McGraw-Hill

4. Witkin H A, Moore C A. Goodenough D R, Cox P W. (1977). Field dependent and field-independent cognitive style and their educational implications. Review of Education Research.

5. Putrayasa I B. (2012). Buku ajar landasan pembelajaran. [Internet] Cited Oct 13th 2015. Available from http://pasca.undiksha.ac.id/media/1227.pdf

6. Makka M A. (2015). Aplikasi teori kognitif. [Internet] Cited Oct 13th 2015. Available from:http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar