Kamis, 29 Oktober 2015

Teori Behaviorisme Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran

Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh Peaget menjadi schema. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.

Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan.

Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Learning Skill kelompok kami menyusun makalah Teori Belajar Behavioristik dalam rangka mengetahui lebih lanjut lagi tentang Teori Belajar Behavioristik dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagaimana pendekatan behaviorisme.

Pengertian Teori Belajar Behaviorisme 

Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan lingkungan. 
Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan dari seluruh keadaan mental.

Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan). 

Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh pebelajar.

Misalnya; seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat, seperti; ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilu, kerja bakti, ronda dll.

Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. 

Ciri-Ciri Teori Belajar Behaviorisme

1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu

Prinsip-Prinsip Teori Belajar Behaviorisme

1. Reinforcement and Punishment
2. Primary and Secondary Reinforcement
3. Schedules of Reinforcement
4. Contingency Management
5. Stimulus Control in Operant Learning
6. The Elimination of Responses

Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme

Ivan Petrovich Pavlov 

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. 

Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.


Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan lonceng rangsangan netral, disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur . Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa makanan yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika lonceng di bunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.  

Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagutersebut bisa menerbitkan air liur. 

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan. 

John Watson

Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). 

Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme: 

1. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan. 

2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu. 

3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia. 

Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks. 

Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika balita memegang tikus, Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut terhadap tikus. 

Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan, hasilnya menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu. 

Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical conditioning dapat menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan, kesukaan, kemarahan, dan kecemasan yaitu karena orang tersebut mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki pengalaman menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan kesenangan justru karena melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan melihat alamat pengirim yang tertera di sampul kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan hangatnya persahabatan. 

Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk merawat fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang ditakuti oleh penderita secara berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap objek tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk alkohol, penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian menenggak minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung individunya dan problematika yang dihadapinya. 

2.2.3 Edward Lee Thorndike

Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memiliki kecerdasan. 

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. 
Teori ini disebut dengan teori koneksionisme atau juga disebut “S -R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “T rial and Error Learning”. 

Subjek riset Thorndike termasuk kucing. Untuk melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang baru, Thorndike menggunakan ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki). Seekor kucing lapar ditempatkan berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel, pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia didepan sangkar tadi dan jika hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik tali, mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan hewan tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar kotak. 

Ketika pertama kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada didepannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut, pada akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima hadiahnya: lolos dan makanan. 

Ketika Thorndike memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah. 

Thorndike menggunakan kurva waktu belajar tersebut untuk membuktikan bahwa hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai benar). 

Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia, antara lain:

1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri seseorang. 

2. Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan. 

3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan. 

B.F Skinner

Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.

Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. 

Azas operant conditioningB.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian dikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus menerus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku. Sedangkan secara menyeluruh, istilah Operant conditioning diartikan sebagai suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126). Kemudian margaret E. Bell Gredler dalam kesimpulannya mengartikan operant conditioning sebagai proses mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan (reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran stimulus yang cocok (Gredler, 1991 :125). 

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul, kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement). 

Seperti halnya Throndike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku (Wasty, 1998 : 119). Dengan demikian tingkah laku yang diinginkan terjadi, dapat digambarkan dan dibentuk secara nyata melalui pemberian reinforcement yang sesuai.Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus, tidak ada faktor perantara lainnya. Rumus Skinner : B (behaviour) = F (fungsi) dari S (stimulus) (B = F (S). Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Respons yang dimaksud di sini adalah respons yang berkondisi yang dikenal dengan respons operant (tingkah laku operant). Sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant(Sudjana, 1991 : 85). Oleh karena itu belajar menurut Skinner diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dapat diamati dalam kondisi yang terkontrol secara baik.Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka memotivasi atau memodifikasi tingkah laku. 

Pertama, reinforcement positif yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku. Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif (menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba. Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130). 

Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif. 

Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box. Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit. 

Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan ‘’ emmited behavior ” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organism tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus (seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. 

Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan. 

Teori belajar operant conditioning ini juga tunduk pada dua hukum operant yang berbeda lainnya, yaitu law operant conditioning dan law extinction. Menurut hukum operant conditioning, jika suatu tingkah diriingi oleh sebuah penguat (reinforcement), maka tingkah laku tersebut meningkat. Sedangkan menurut hukum law extinction, jika suatu tingkah laku yang diperkuat dengan stimulus penguat dalam kondisioning, tidak diiringi stimulus penguat, maka tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Kedua hukum ini pada dasarnya juga memiliki kesamaan dengan hukum pembiasaan klasik (classical conditioning). 


Skinner membedakan perilaku atas1 :

1. Perilaku alami (innate behavior), yang kemudiandisebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yangdiharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yangbersifat refleksif.

2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilakuyang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mataditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.

Skinner yakin jika kebanyakan perilaku manusia dipelajari lewat Operant Conditioning atau pengkondisian operan, yang kuncinya adalah penguatan segera terhadap respons. Operant Conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. 

Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakandalam percobaanya. 

Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk kedalam Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil melihat-lihat kesekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukanhal ini akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikustersebut akan sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan menghilangkan penguatannya. 

Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan adanya respon terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang dapat menguatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian. 

Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman. 

2.3 Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. 

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. 

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. 

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 

Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa
3. Menentukan materi pembelajaran
4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
5. Menyajikan materi pembelajaran
6. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8. Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
9. Memberikan stimulus baru
10. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman

Implikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran

Implikasi teori belajar merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan. 

Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar, pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme

Aliran behaviorisme mendapatkan beberapa tanggapan yang bersifat kurang efisien dalam pembelajaran karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Disamping itu aliran ini juga dianggap efisien dan mempunyai banyak kelebihan dalam pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai kekurangan dan kelebihan pada aliran behaviorisme dalam pembelajaran.

Kekurangan

1) Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru.
Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta didik cenderung pasif dan bosan.

2) Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.

3) Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Karena menurut teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan, tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.


Kelebihan

1) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan.
Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik.

2) Materi yang diberikan sangat detail
Hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti setiap pembelajarannya.

3) Membangun konsentrasi pikiran
Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai dengan baik.

KESIMPULAN

Menuurut teori belajar behaviorisme, belajar didefinisikan sebagai perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dimana perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada konsekuensi.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah. 

Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik sebauknya dan seharusnya mempertimbangkan keadaan mental peserta didiknya disamping tingkah laku yang diamati.

Rabu, 21 Oktober 2015

Sistem Memori Dan Pemrosesan Informasi

Manusia memiliki memori yang kapasitasnya sangat besar, sehingga tak terhitung besarnya. Namun tidak semua manusia memanfaatkan kapasitas tersebut secara optimal sehingga banyak ruang-ruang dalam memori yang tidak terisi secara baik. Seperti yang kita ketahui bahwa memori sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya memori, kita menggunakan konsep waktu dengan menghubungkan masa sekarang dengan pengalaman di masa lalu untuk harapan di masa depan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kita mengenal memori yang menjadikan kita menjadi makhluk sejarah dengan memori yang tidak terbatas dan terus hidup sepanjang zaman.

1. SISTEM MEMORI

a. Pengertian Sistem Memori

Memori atau ingatan (memory) adalah penyimpanan informasi di setiap waktu. Informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi ingatan, bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana informasi ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan datang. Menurut Schacter, tanpa memori anda tidak akan bisa menghubungkan apa yang terjadi kemarin dengan apa yang terjadi dalam hidup anda hari ini. Sekarang, para pakar pendidikan menekankan bahwa penting untuk tidak memandang memori dalam hal bagaimana anak-anak menambahkan sesuatu kedalamnya, tetapi lebih untuk menegaskan bagaimana anak-anak secara aktif menyusun memori mereka.

Pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa yang lampau. Pribadi berkembang di dalam suatu sejarah di mana hal yang lampau dalam cara tertentu selalu ada dan dapat diaktifkan kembali.

Secara teori dapat dibedakan adanya tiga aspek dalam berfungsinya memori itu, yaitu;
a. Mencamkan (menghafal), yaitu menerima kesan-kesan,
b. Menyimpan kesan-kesan, dan
c. Memproduksikan kesan-kesan.

Ingatan cepat artinya mudah dalam menghafal sesuatu tanpa menjumpai kesukaran. Ingatan setia artinya apa yang telah diterima itu akan disimpan sebaik-baik mungkin, tidak akan berubah-ubah, ingatan teguh artinya dapat menyimpan waktu yang lama, dan tidak mudah lupa. Aktivitas mencamkan dengan sengaja biasanya kita sebut menghafal. Penenlitian-penelitian dalam lapangan telah berhasil merumuskan hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan itu. sementara dari hasil-hasil tersebut yaitu; menyuarakan menambah penghafalan tidak saja membaca tapi menyuarakan dan diulang-ulang, pembagian waktu, menggunakan metode belajar dengan mengulang-ulang keseluruhan dan berurutan.1 

b. Proses-Proses Memori

1. Encoding (Memasukkan)
Proses encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang- gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada organisme). Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan dalam memori.2

Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
a) Tidak Sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak di sengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan bila ia menangis keras-keras sambil berguling-guling.
b) Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya orang yang bersekolah dimana ia memasukkan segaja hal yang dipelajarinya di bangku sekolah dengan sengaja.

Berdasarkan beberapa penelitian, ternyata ada perbedaan kemampuan pada individu yang satu dengan individu yang lain dalam memasukkan informasi yang diterimanya. Hal ini berkaitan dengan memory span dari masing-masing individu (kemampuan memori).2

2. Storing (Menyimpan)
Proses storage. (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam encoding). Proses storage ini disebut juga dengan retensi yaitu proses mengendapkan informasi yang diterimanya dalam suatu tempat tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi informasi sehingga tempat informasi disimpan sesuai dengan kategorinya.

Penyimpanan informasi merupakan mekanisme penting dalam memori. Sistem penyimpanan ini sangat mempengaruhi jenis memori (sensori memori, memori jangka pendek, atau memori jangka panjang yang akan diperagakan oleh organisme.

Setiap proses belajar akan meninggalkan jejak-jejak (traces) dalam diri seseorang dan jejak ini akan disimpan semen tara dalam ingatannya yang pada suatu waktu dapat ditimbulkan kembali. Jejak-jejak ingatan itu disebut memory traces.

Meskipun jejak ingatan tersebut memungkinkan seseorang untuk mengingat apa yang pernah dipelajarinya, namun tidak semua jejak memori akan tinggal dengan baik sehingga jejak tersebut dapat hilang dan orang dapat mengalami kelupaan.

Sehubungan dengan masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal penting yang dapat dicatat, yaitu mengenal interval atau jarak waktu antara memasukkan dan menimbulkan kembali. 

Masalah interval dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval
a) Lama Interval, menunjukkan tentang lamanya waktu an tara pemasukan bahan (act of learning) sampai ditimbulkannya kembali bahan itu. Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama interval, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan retensinya menurun. 
b) lsi Interval, yaitu aktivitas-aktivitas yang terdapat atau yang mengisi interval. Aktivitas- aktivitas yang mengisi interval akan merusakkan atau menganggu jejak ingatan sehingga kemungkinan individu akan mengalami kelupaan.2

3. Retrieving (Menimbulkan Kembali)
Proses retrieval (pemulihan kembali atau mengingat kembali apa yang telah disimpan sebelumnya). Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan "belajar dari pengalarnan" karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimaanya di masa lalu untuk memecahan berbagai masalah yang dihadapinya saat ini. Hilgard (1975) menyebutkan tiga jenis proses mengingat, yaitu :

a. Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang bersangkutan.

b. Recognition, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang yang bersangkutan.2

c. Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks. Bila dalam recall kita bisa mengingat seluruh kata-kata dalam lagu Indonesia Raya, tetapi mungkin kita sudah tidak ingat lagi kapan kita mempelajarinya, dalam siatuasi seperti apa, dan lain­ lain. Proses mengingat reintegrative terjadi bila anda ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena anda telah menonton sinetronnya berkali-kali. Anda akan ingat bagaimana ia sedih karena dipinang Datuk Maringgih padahal ia membencinya, bagaimana penderitaannya dan tragis akhir hidupnya karena dibunuh.

Perbedaan antara recall dan recognition menunjukkan adanya peranan petunjuk mengingat (retrieval cues) dalam recognition. Petunjuk ini membantu organisme mengenali informasi yang mau diingat khususnya untuk memori jangka panjang.

Proses mengingat erat hubungannya dengan memori jangka pendek dan panjang karena dalam memori inilah informasi disimpan.

Contoh konkrit dari proses encoding, storage, dan retrieval ini dapat kita lihat dalam peristiwa sehari-hari, misalnya saat hendak berangkat ke kampus anda melihat seorang nenek yang sedang menyeberang jalan ditabrak sebuah bis. Melihat peristiwa tersebut (diterima oleh persepsi dan dibuat kode, dalam hal ini terjadi proses encoding), kemudian anda menyimpannya dalam otak (jenis bis, arah bis, darimana nenek berjalan, dan sebagainya. Dalam hal ini berlangsung proses storage). Sebagai saksi mata akhirnya anda dimintai keterangan di kantor polisi, kemudian anda menceriakan apa yang terjadi sesuai dengan apa yang telah disimpan dalam otak (proses retrieval).

Berdasarkan contoh diatas, maka teori tentang memori yang melibatkan proses encoding, storage, dan retrieval ini paling banyak disetujui oleh para ahli. Teori yang umum digunakan adalah Teori Information-Processing

Analogi teori ini dapat kita lihat dari proses input dan output komputer. Teori ini dikembangkan oleh Richard Atkinson dan Richard Shiffrin (1968). Menurut teori mereka, memori juga melalui proses encoding, storage, dan retrieval.2

c. Jenis-Jenis Memori

Ada tiga jenis memori yang terlibat dalam Proses Memori, yaitu memori sensoris, memori jangka pendek (short-term memory), dan memori jangka panjang (long-term memory). Informasi akan selalu diterima oleh memori sensoris, kemudian sejumlah tertentu akan diteruskan ke dalam memori jangka pendek dan yang lain hilang. Dari memori jangka-pendek ada proses seleksi untuk diteruskan ke memori jangka panjang, sedangkan yang tidak diteruskan akan dilupakan2

1. Memori Sensoris
Memori sensorik berkaitan dengan penyimpanan informasi sementara yang dibawa oleh pancaindera kita. Setiap pancaindera memiliki satu macam memori-sensorik. Jadi dalam diri manusia terdapat lebih dari satu macam sensori-motorik, antara lain sensori- motorik visual, sensori­ motorik audio, dan sebagainya.

Proses memori sensoris dapat dikatakan sebagai proses penyimpanan memori melalui jalur syaraf-syaraf sensoris yang berlangsung dalam jangka waktu yang sangat pendek. Contoh proses dari sensori motorik ini dapat kita lakukan dalam peristiwa sehari-hari, yaitu apabila anda melihat sekilas deretan nama dalam absen kelas anda, tiba-tiba anda melihat satu nama yang asing maka anda cenderung untuk memperhatikannya kembali. Proses melihat sekilas kemudian ternyata ada yang berbeda dan memperhatikannya kembali, menunjukkan proses memori-sensorik.2

a. Encoding dalam memori-sensoris
Pada saat mata kita melihat sesuatu, atau telinga mendengar sesuatu, informasi dari indera-indera itu akan diubah dalam bentuk impuls- impuls neural dan dihantar ke bagian-bagian tertentu dari otak. Proses ini berlangsung dalam sepersekian detik. Sinar yang mengenai retina diterima oleh reseptor-reseptor yang ada, kemudian sinar tersebut ditransformasikan bentuknya ke dalam impuls-impuls neural dan dikirim ke otak.2

b. Storage dalam memori-sensoris
Memori sensoris ternyata mempunyai kapasitas penyimpanan informasi yang amat besar, tetapi informasi yang disimpan tersebut cepat sekali menghilang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa informasi yang disimpan dalam memori sensoris akan mulai menghilang setelah sepersepuluh detik dan hilang sarna sekali setelah satu detik. Mekanisme semacam ini penting sekali artinya dalam hidup manusia karena hanya dengan memori seperti inilah kita bisa menaruh perhatian pada sejumlah kecil informasi yang relevan atau berguna untuk hidup kita.

Contohnya saat kita melihat piring yang bergeser dan hendak jatuh. Mungkin saat piring bergerak kita belum tentu dengan reflek menangkapnya,, tetapi kesan tersebut disimpan dan langsung ditimbulkan kembali dalam gerakan menangkap piring yang hendak jatuh tadi.2

2. Memori Jangka Pendek
Memori jangka pendek atau sering juga disebut dengan short-term memory atau working memoryadalah suatu proses penyimpanan memori sementara, artinya informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi tersebut masih dibutuhkan.2

a. Encoding dalam memori jangka pendek
Mula-mula akan berlangsung proses encoding seperti dalam memori sensoris, yaitu rangsang diterima oleh indera, diu bah bentuknya menjadi impuls-impuls neural dan dikirim ke otak. Akan tetapi informasi yang telah diterima oleh otak kemudian dikenai oleh suatu proses yang disebut control processes, yaitu suatu proses yang mengatur laju dan mengalirnya informasi.

Informasi yang masuk melalui indera dan disimpan dalam memori sensoris dapat dianggap sebagai bah an mentah yang jumlahnya banyak sekali. Kernudian jurnlah yang banyak itu akan diseleksi menurut beberapa cara dalam control processes. Pertama, informasi yang masuk, entah itu bentuk, warna, bau, atau nada, akan dirujukkan ke gudang informasi dalam memori jangka panjang. Di sana pola-pola informasi itu dibanding-bandingkan dengan pola-pola yang sudah ada. Dengan demikian akan terpilih informasi yang sudah dikenal, atau yang punya arti. Proses encoding seperti ini disebut pattern recogrutron. Mekanisme lain yang digunakan untuk menyeleksi informasi ini adalah attention (atensi atau perhatian).

Perhatian ini menyaring informasi yang masuk ke dalam memori jangka pendek sehingga hanya sebagian kecil yang boleh lewat.2

b. Storage dalam memori jangka pendek
Kapasitas dalam memori jangka pendek sangat terbatas untuk menyimpan sejumlah informasi dalam jangka waktu tertentu. Kapasitas itu bisa dilihat dengan percobaan yang disebut memory­ span task, seperti berikut:

Coba bacalah deretan angka di bawah ini satu persatu dengan selang waktu kurang lebih satu detik, lalu mendongaklah dan ulangi deretan angka tersebut :

5791463

lalu coba dengan deret berikut ini

3 5 146 2 9 6 7

kecuali ingatan anda sudah terlatih, anda mungkin tidak mampu mereproduksi deretan angka yang kedua. Sekarang coba baca abjad­ abjad berikut dan ulangi tanpa melihat deretan abjad- abjad tersebut

DI KT IHA NK AMD EP DA G RI

Kemungkinan besar Anda tidak berhasil. tetapi bila yang disajikan adalah berikut ini, tentu hasilnya akan berbeda: 

DIKTI HANKAM DEPDAGRI

Mengapa sekarang anda bisa menghafal semua abjad yang disajikan? Anda sudah kenai kesatuan- kesatuan abjad tadi. Satu kesatuan abjad seperti HANKAM disebut satu kesatuan informasi atau disebut juga chunk, yaitu sepotong informasi yang disajikan sebagai satu kesatuan arti (Pertahanan Keamanan).

Kesatuan ini membantu kita mengatasi keterbatasan kapasitas memori jangka pendek. Startegi lain yang sering dilakukan adalah yang biasa disebut jembatan keledai. Contohnya : LUBER (Iangsung, urnum, bebas, dan rahasia), Mernori jangka pendek juga dapat dibantu melalui pengulangan-pengulangan informas·i. Ini yang disebut main­ tenance rehearsal (lihat gambar 6.3.). Tanpa pengulangan ini, kebanyakan memori jangka pendek tidak bertahan lebih dari 20 detik.2

c. Retrieval dalam memori jangka pendek

Kapasitas memori jangka pendek sangat terbatas. Oleh karena itu proses mengingat dalam memori jangka pendek tidak mernbutuhkan waktu yang lama. Ada dua cara mengingat dalam memori jangka pendek, yaitu :

1) Parallel Search, informasi yang disimpan dalam memori ditelusuri sekaligus. Misalnya mengingat paras muka seseorang dilanjutkan dengan mengingat namanya.

2) Serial Search, penelusuran informasi dilakukan pada satu kesatuan informasi (chunk) satu persatu. Contohnya bila anda mempunyai daftar nama orang yang akan dikirimi undangan, kemudian anda di tanya Pak Suryo sudah dicatat belum? Maka secara otomatis ada akan mengingat daftar nama orang yang akan diundang sau persatu. Semakin panjang daftarnya, semakin lama waktu yang digunakan untuk mengingatnya.2

3. Memori Jangka Panjang

Memori jangka panjang atau sering juga disebut dengan long-term memory adalah suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen.

a. Encoding dalam memori jangka panjang
Prosesnya tetap berawaI pada memori sensoris yang mengubah informasi menjadi impuIs- impuls dan mengirimkannya ke otak. Dalam memori jangka-pendek informasi tersebut sudah diseleksi berdasarkan control processes. Untuk dapat masuk ke dalam memori jangka panjang, perlu dilakukan proses selanjutnya, yaitu semantic atau imagery coding. Dalam proses ini arti dari informasi dianalisis lebih jauh lagi. Bila kita mendengar seseorang berkata, "Budi dipukul Ali sampai pingsan", maka kita tidak hanya mengerti arti masing­ masing kata dalam kalimat tersebut, tetapi kita juga berusaha mengerti apa yang terjadi sebenarnya dari keseluruhan kalimat tersebut. Sebaliknya bila kita mendengar kata- kata lain yang unsurnya sarna, seperti "Ali dipukul Budi sampai pingsan", maka kita tahu bahwa yang terjadi sekarang berbeda dari yang pertama.

Dalam kedua kalimat terse but kalau kita mengingat arti dari kata-kata dalam keseluruhan kalimat itu, maka kita melakukan "se­ mantic coding"; tetapi kalau kita membayangkan reaksi dari Ali atau Budi dalam peristiwa itu, maka kita melakukan imagery coding.2

b. Storage dalam memoti jangka panjang
Proses encoding dalam memori jangka panjang dilakukan dengan penyaringan berdasarkan arti dari informasi itu bagi organisme, oleh karena itu penyimpanan informasi dapat berlangsung secara permanen.

Selain daripada itu, kapasitas memori jangka panjang ternyata juga amat besar. Ini memungkinkan penyimpanan informasi yang luar bias a banyaknya yang diperoleh sepanjang hidup organisme. Meskipun demikian, memori masih bekerja sangat efisien yaitu dengan jalan me- reorganisasi informasi yang diterima dari memori jangka pendek. Reorganisasi ini erat hubungannya dengan proses retrieval atau mengingat kembali informasi yang telah disimpan.2

c. Retrieval dalam memori jangka panjang
Dijelaskan di atas bahwa penyimpanan informasi dalam memori jangka panjang sangat terorganisir. Bila tidak terorganisir, maka proses mengingat satu informasi sederhana saja seperti "Umur berapa anda mulai belajar menulis?", sangat sulit untuk dijawab walaupun sudah diberi petunjuk yang cukup jelas.

Informasi yang tersimpan itu sifatnya terorganisasi, maka bila diberi petunjuk (retrieval cues), maka proses mengingat itu hanya akan berlangsung beberapa detik saja. Retrieval cues juga dipengaruhi oleh internal state (kondisi internal seseorang). Bila terjadi kondisi internal yang sarna at au sejenis, maka hal yang menyebabkan kesamaan kondisi internal itu dapat menjadi retrieval cues yang berguna dalam proses mengingat kembali. 

Contohnya apabila anda merasa senang (kondisi internal) karena belajar psikologi faal untuk VAS dengan pacar anda. Bila saat ujian VAS anda duduk bersebelahan dengan pacar anda, maka kondisi internal yang terjadi cenderung sama dengan saat anda belajar. Hal terse but dapat menjadi retrieval cues untuk menimbulkan ingatan­ ingatan yang disimpan saat belajar. Sebaliknya, apabila saat VAS psikologi faal anda duduk bersebelahan dengan orang yang anda benci (misalnya, saingan anda), maka kondisi internalnyajauh berbeda dengan saat anda belajar, maka kondisi internal terse but tidak membantu munculnya retrieval cues. Lihat gambar 6.4. Proses mengingat dalam memori jangka panjang ini sangat penting, oleh sebab itu banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkannya.2

2. PEMROSESAN INFORMASI

a. Pengertian Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.

Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.

Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).

Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain. 

Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.

Pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah mengolah informasi. Dalam teori pemrosesan informasi, proses memang penting, namun yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses itu yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar siswa akan berlangsung, sangat ditentukan oleh informasi yang dipelajari. 

Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi srtuktur kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.3

Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :

1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4. Menyajikan bahan peransang
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informatif
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar

b.  Karakteristik Pemrosesan Informasi
Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan pemrosesan informasi, yaitu :

1. Proses Berpikir (Thinking)
Menurut pendapat Siegler (2002), berpikir (thinking) adalah pemrosesan informasi. Dalam hal ini Siegler memberikan perspektif luas tentang apa itu penyandian (encoding), merepresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang melakukan proses berpikir. Siegler percaya bahwa pikiran adalah sesuatu yang sangat fleksibel, yang menyebabkan individu bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan, tugas, dan tujuan. Tetapi, ada batas kemampuan berpikir manusia ini. Individu hanya dapat memerhatikan sejumlah informasi yang terbatas pada satu waktu, dan kecepatan untuk memproses informasi juga terbatas.4

2. Mekanisme Pengubah (Change Mechanism)
Siegler (2002) berpendapat bahwa dalam pemrosesan informasi fokus utamanya adalah pada peran mekanisme pengubah dan perkembangan. Dia percaya bahwa ada empat mekanisme yang bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak: encoding (penyandian), otomatisasi, konstruksi strategi, dan generalisasi.4

a. Encoding (penyandian)
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori . Seperti halnya teori Gagne yang menyatakan informasi dipilih secara selektif, maka dalam encoding menyandikan informasi yang relevan dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan adalah aspek utama dalam problem solving. Namun, anak membutuhkan waktu dan usaha untuk melatih encoding ini, agar dapat menyandi secara otomatis.

Ada enam konsep yang dikenal dalam encoding, yaitu :

1). Atensi
Atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental. Salah satu keahlian penting dalam memerhatikan adalah seleksi. Atensi bersifat selektif karena sumber daya otak terbatas (Mangels, Piction, & Craik, 2001).

2). Pengulangan (rehearsal)
Pengulangan (rehearsal) adalah repitisi informasi dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada di dalam memori. Pengulangan akan bekerja dengan baik apabila murid perlu menyandikan dan mengingat daftar item untuk periode waktu yang singkat. 

3). Pemrosesan mendalam
Setelah diketahui bahwa pengulangan (rehearsal) bukan cara yang efisien untuk menye-diakan informasi untuk memori jangka panjang (Fergus Craik dan Robert Lockhart 1972) menyatakan bahwa kita dapat memproses informasi pada berbagai level. 

4) Elaborasi
Elaborasi adalah ekstensivitas pemrosesan memori dalam penyandian. Jadi saat anda menyajikan konsep demokrasi kepada murid, mereka kemungkinan mengingatnya dengan lebih baik jika mereka diberi contoh lebih bagus dari demokrasi. Mencari contoh adalah cara yang bagus utuk mengelaborasi informasi. Misalnya, referensi diri (self-reference) adalah cara yang efektif untuk mngelaborasi informasi.

5). Mengkonstruksi citra (imaji)
Ketika kita mengkonstruksi citra dari sesuatu, kita sedang mengelaborasi informasi. Allan Paivio (1971, 1986) percaya bahwa memori disimpan melalui satu atau dua cara: sebagai kode verbal atau sebagi kode citra/imaji. Paivio mengatakan bahwa semakin detail dan unik dari suatu kode citra, maka semakin baik memori anda dalam mengigat informasi itu. Para peneliti telah menemukan bahwa mengajak anak untuk menggunakan imaji guna mengingat informasi verbal adalah cara yang baik bagi anak yang lebih tua ketimbang anak yang lebih muda (Schneider & pressley, 1997).

6). Penataan
Apabila murid menata (mengorganisasikan) informasi ketika mereka menyediakanya, maka memori mereka akan banyak terbantu. Semakin tertata imformasi yang disampaikan, semakin mudah untuk mengingatnya. Ini terutama berlaku jika menata imformasi secara hirarkis atau menjelaskannya. 

b. Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha . Peristiwa ini terjadi karena pertambahan usia dan pengalaman individu sehingga otomatis dalam memproses informasi, yaitu cepat dalam mendeteksi kaitan atau hubungan dari peristiwa-peristiwa yang baru dengan peristiwa yang sudah tersimpan pada memori dan akhirnya akan menemukan ide atau pengetahuan baru dari setiap kejadian.

c. Konstruksi Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Dalam hal ini Siegler menyatakan bahwa anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahuan sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah. 

d. Generalisasi
Untuk melengkapi mekanisme pengubah, maka manfaat dari langkah ketiga yaitu konstruksi strategi akan terlihat pada proses generalisasi, yaitu kemampuan anak dalam mengaplikasikan konstruksi strategi pada permasalahan lain. Pengaplikasian itu melalui proses transfer, yaitu suatu proses pada saat anak mengaplikasikan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk mempelajari atau memecahkan problem dalam situasi yang baru. 

3. Modifikasi Diri

Modifikasi diri dalam pemrosesan informasi secara mendalam tertuang dalam metakognisi, yang berarti kognisi atau kognisi atau mengetahui tentang mengetahui, yang di dalamnya terdapat dua hal yaitu pengetahuan kognitif dengan aktivitas kognitif.

Pengetahuan kognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pemikiran seseorang pada saat sekarang, sedangkan aktivitas kognitif terjadi saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan. 

Berkaitan dengan modifikasi diri Deanna Kuhn mengatakan metakognisi harus lebih difokuskan pada usaha untuk membantu anak menjadi pemikir yang lebih kritis, terutama di sekolah menengah. Baginya ketrampilan kognitif terbagi dua, yaitu mengutamakan kemampuan murid untuk mengenali dunia, dan ketrampilan untuk mengetahui pengetahuannya sendiri. 

Michael Pressly dan rekan - rekannya seperti yang telah dikutip Santrock, mereka telah mengembangkan model metakognitf yang disebut model pemrosesan informasi yang baik. Model ini menyatakan bahwa kognisi yang kompeten adalah hasil dari sejumlah faktor yang saling berinteraksi.4 

3. HUBUNGAN DENGAN BAGAIMANA CARA BELAJAR

Implikasi teori pemrosesan informasi terhadap kegiatan pembelajaran adlah sebagai berikut: 
1. Model pemrosesan informasi dari belajar dan ingatan memiliki signifikasi yang besar bagi perencanaan dan desain pembelajaran dalam proses pendidikan. Belajar dimulai dengan pemasukan stimulasi dari reseptor dan diakhiri dengan umpan balik yang mengikuti performance pembelajar. 
2. Secara keseluruhan stimulasi yang diberikan kepada pembelajar selama pembelajaran berfungsi mensupport yang terjadi pada pembelajaran. 

Faktor yang mempengaruhi pemprosesan informasi dalam belajar yaitu:

1. Faktor internal (psikologis dan fisiologis) dan eksternal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologiss.

2. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. 

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. 

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar, 
b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat; 
c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

2. Faktor psikologis

Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.

a. kecerdasan /intelegensia siswa 
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.

b. Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. 

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. 

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 

c. Minat
Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

d. Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. 

e. Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

2. Faktor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan social

a. Lingkungan social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

b. Lingkungan social masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.

c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan non social. 

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;

a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.

b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.

c. Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.5 

Kesimpulan 
Memori atau ingatan (memory) adalah penyimpanan informasi di setiap waktu. Informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi ingatan, bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana informasi ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan datang. Menurut Schacter, tanpa memori anda tidak akan bisa menghubungkan apa yang terjadi kemarin dengan apa yang terjadi dalam hidup anda hari ini. Sekarang, para pakar pendidikan menekankan bahwa penting untuk tidak memandang memori dalam hal bagaimana anak-anak menambahkan sesuatu kedalamnya, tetapi lebih untuk menegaskan bagaimana anak-anak secara aktif menyusun memori mereka.

Pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa yang lampau. Pribadi berkembang di dalam suatu sejarah di mana hal yang lampau dalam cara tertentu selalu ada dan dapat diaktifkan kembali.

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari suatu otak. Laura Bickford menceritakan bagaimana dia menggunakan setrategi metakognitif, selain menangani metakognisi kita akan mengeksplirasikan apa makna dari mengambil pendekatan pemrosesan informasi dalam mengajari dan memeriksa. Tiga aspek penting dari kognisi yang meliputi perhatian, memori dan keahlian sehingga siswa dapat memperoses informasi secara lebih efektif dalam proses belajar dan pembelajaran di kelas.

Salah satu tokoh pemrosesan informasi adalah Robert Gagne, yang menyatakan bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan. Karena itulah teori ini akan membantu kita untuk memahami proses belajar yang terjadi dalam diri peserta didik, mengerti kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mengetahui hal-hal yang dapat menghambat dan memperlancar proses belajar peserta didik, sehingga dengan pengetahuan itu seorang guru akan lebih bijaksana dan tepat dalam menentukan proses belajar.